
Bursa Asia Dibuka Mixed, Nikkei-KOSPI Start di Zona Hijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Asia dibuka beragam, cenderung melemah pada perdagangan Selasa (27/4/2021), jelang rilis data suku bunga acuan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) pada pukul 10:00 WIB.
Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,14% dan KOSPI Korea Selatan tumbuh 0,16%.
Sementara sisanya dibuka di zona merah pada hari ini. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,2%, Shanghai Composite China turun tipis 0,03%, dan STI Singapura sempat dibuka melemah 0,13%, namun selang 30 menit kembali menguat tipis 0,08%.
BoJ akan mengumumkan keputusan suku bunganya pada pukul 10:00 WIB, di tengah masih terjadinya keadaan darurat virus corona (Covid-19) di sejumlah wilayah di Jepang, termasuk Tokyo dan Osaka, baru-baru ini ditempatkan di bawah keadaan darurat baru untuk meminimalisir penyebaran infeksi virus corona.
Sementara itu pada hari ini, Korea Selatan merilis data pembacaan awal pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2021.
Berdasarkan data dari Trading Economics, pertumbuhan ekonomi awal yang tercermin dari produk domestik bruto (PDB) Korea Selatan pada kuartal I-2021 tumbuh menjadi 1,8% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar -1,2%.
Sementara, PDB awal kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ) Korea Selatan kuartal I-2021 juga tumbuh menjadi 1,6% dari sebelumnya sebesar 1,2% di kuartal IV-2020.
Pelaku pasar Asia akan terus memantau situasi Covid di India, karena negara itu terus berjuang melawan gelombang kedua Covid-19 yang mendorong sistem perawatan kesehatannya 'ke jurang'.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), Indeks bursa saham Wall Street ditutup variatif pada perdagangan Senin (26/4/2021), menyusul positifnya kinerja emiten kuartal I-2021 yang bermunculan pekan ini tetapi memicu kekhawatiran seputar inflasi.
Indeks S&P 500 naik 0,2% ke 4.187,62. Nasdaq menguat 0,9% ke 14.138,78. Namun, Dow Jones Industrial Average anjlok 61,92 poin (+0,2%) ke 33.981,57`karena terseret kinerja saham emiten konsumer seperti Procter & Gamble, Walmart, dan Coca Cola.
Pelemahan saham perusahaan konsumer terjadi di tengah kenaikan harga komoditas, yang merupakan komponen biaya terbesar dalam bahan baku mereka.
Harga kontrak perdagangan jagung menyentuh level tertingginya dalam 7 tahun terakhir setelah bergerak volatil, sementara tembaga naik ke titik tertingginya nyaris dalam 1 dekade.
"Inflasi menjadi topik utama di musim rilis kinerja kali ini," tutur Savita Subramanian, Kepala Perencana Saham dan Kuantitatif Bank of America, dalam laporan risetnya.
"Bahan mentah, transportasi, tenaga kerja, dll disebut sebagai pendorong utama inflasi dan banyaknya rencana (atau sudah dilakukan) untuk menaikkan harga akan memicu kenaikan biaya," katanya lagi.
Investor mengantisipasi rapat bank sentral AS pekan ini, dimulainya program Presiden AS Joe Biden "American Families Plan" rilis data inflasi dan beberapa rilis kinerja emiten unggulan di AS yang jumlahnya mencapai 30% dari konstituen indeks S&P 500.
Sementara itu, rencana Biden yang akan menaikkan pajak penghasilan (Pph) atas capital gain menjadi 39,6% masih membayangi pergerakan pasar saham di Amerika Serikat (AS), termasuk juga pasar mata uang kripto. Kebijakan pajak tersebut bakal membuat beban potongan pajak yang dinikmati seperlima investor individu terkaya AS terpangkas rata-rata hingga 20% lebih.
Biden akan mengumumkan detil rencana tersebut dalam rapat dengan Kongres pada Rabu. Rencana itu telah menekan bursa saham AS dan mata uang kripto pekan lalu.
Tekanan terutama terlihat di pasar mata uang digital, setelah nilai pasarnya merosot US$ 200 miliar dalam sepekan atau setara dengan Rp 2.900 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
