2 Saham Grup Lipo Jadi Jawara Sesi I, SRIL Masih Ambles

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
23 April 2021 12:38
Pengunjung berbelanja di Matahari Store dikawasan Jakarta, Senin (30/11/2020). PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) menutup 6 gerainya hingga akhir tahun ini. Jumlah gerai perusahaan ritel ini akan berkurang dari 153 toko menjadi 147 toko.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Matahari Department Store (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua saham emiten Grup Lippo, sang induk usaha PT Multipolar Tbk (MLPL) dan pengelola department store Matahari PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) masuk ke dalam lima besar top gainers pada sesi I hari ini, Jumat (23/4/2021).

Melonjaknya kedua saham Lippo tersebut siang ini terjadi seiring beredarnya rumor pasar terkait masuknya PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek ke anak usaha Grup Lippo lainnya, emiten pengelola Hypermart PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA).

Berbeda nasib, saham emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex malah kembali tersungkur sebagai top losers, setelah menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) 7%.

Anjloknya SRIL dua hari ini terkait dengan sang bos Iwan Setiawan Lukminto dan anak usaha SRIL, PT Senang Kharisma Textil yang digugat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW).

Setelah sempat terbenam di zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat siang ini. IHSG naik 0,24%, kembali ke level 6.000 ke posisi 6.008,41 pada penutupan sesi I perdagangan, Jumat (23/4).

Menurut data BEI, ada 195 saham naik, 253 saham merosot dan 168 saham stagnan, dengan nilai transaksi mencapai Rp 5,11 triliun dan volume perdagangan mencapai 11,26 miliar saham.

Investor asing pasar saham angkat kaki dari Indonesia dengan catatan jual bersih asing mencapai Rp 248,60 miliar di pasar reguler. Sementara, asing mencatatkan jual bersih di pasar negosiasi dan pasar tunai sebesar Rp 26,37 miliar.

Berikut 5 saham top gainers dan losers sesi I hari ini (23/4).

Top Gainers

  1. Primarindo Asia Infrastructure (BIMA), saham +26,58%, ke Rp 100, transaksi Rp 5,7 M

  2. Multipolar (MLPL), +23,46%, ke Rp 200, transaksi Rp 183,9 M

  3. Matahari Department Store (LPPF), +13,77%, ke Rp 2.190, transaksi Rp 205,5 M

  4. Kresna Graha Investama (KREN), +13,21%, ke Rp 120, transaksi Rp 8,6 M

  5. DMS Propertindo (KOTA), +11,18%, ke Rp 358, transaksi Rp 229,5 M

Top Losers

  1. Nusa Palapa Gemilang (NPGF), saham -6,98%, ke Rp 160, transaksi Rp 6,0 M

  2. Asia Pacific Investama (MYTX), -6,85%, ke Rp 136, transaksi Rp 8,0 M

  3. Sri Rejeki Isman (SRIL), -6,75%, ke Rp 152, transaksi Rp 27,7 M

  4. Optima Prima Metal Sinergi (OPMS), -6,34%, ke Rp 665, transaksi Rp 10,6 M

  5. Wismilak Inti Makmur (WIIM), -5,79%, ke Rp 895, transaksi Rp 34,9 M

Berdasarkan data di atas duo saham emiten Grup Lippo, sang induk usaha MLPL dan pengelola department store LPPF melesat dan menjadi top gainers pada sesi I Ini.

MLPL melesat 23,46% ke Rp 200/saham, sementara LPPF melejit 13,77% ke Rp 2.190/saham.

Lonjakan harga saham-saham Grup Lippo juga terjadi pada perdagangan Kamis (23/4). LPPF, MPPA dan MLPL kompak ditutup sebagai lima besar gainers kemarin. LPPF dan MPPA bahkan menyentuh batas auto rejection atas (ARA) 25%.

Penguatan dua saham di atas, diikuti oleh 8 emiten Lippo lainnya pada sesi I ini.

Melesatnya kedua saham tersebut terjadi seiring beredarnya rumor pasar terbaru soal masuknya Gojek ke anak usaha Grup Lippo.

Berdasarkan rumor pasar yang berembus di grup-grup analis menyebutkan, unicorn Tanah Air penyedia jasa ride-hailing Gojek ke anak usaha Grup Lippo lainnya, emiten pengelola Hypermart MPPA. Pembelian saham MPPA oleh Gojek ini dikatakan terjadi saat sang induk MPPL menjual 11,9% kepemilikan saham perusahaan di MPP pada 6 April lalu.

Informasi saja, menurut keterbukaan informasi di website BEI pada 7 April 2021, MLPL telah menjual 11,9% atau 896.327.200 saham kepemilikan perusahaan di MPPA. Transaksi itu sendiri terjadi pada 6 April 2021 dengan harga penjualan Rp 404/saham.

Alasan pengurangan kepemilikan tersebut adalah untuk diinvestasikan kembali ke MPPA untuk memperkuat neraca perusahaan dan menyediakan modal kerja perusahaan ke depan.

Menurut keterbukaan informasi MPPA pada 13 April, pasca penjualan saham oleh MLPL, perusahaan trust dan private equity yang beralamat di Singapura Watiga Trust Ltd masuk dan menjadi pemegang saham MPPA di atas 5% yang baru dengan meraup 537.796.300 saham atau 7,14% dari total saham MPPA.

Menurut rumor pasar tadi, sisa dari 11,9% saham MPPA yang dijual Multipolar tersebut diborong oleh Gojek.

Informasi saja, saham MPPA sendiri disuspensi oleh pihak bursa mulai tadi pagi, seiring saham tersebut yang bergerak liar akhir-akhir ini.

Sementara, saham SRIL kembali menyetuh ARB 6,75% ke Rp 152/saham dengan nilai transaksi Rp 27,7 miliar. Kemarin, SRIL juga menjadi 'pecundang' setelah menyentuh ARB 6,86%.

Praktis, Saham SRIL sudah terbenam di zona merah selama empat hari perdagangan beruntun. Dalam sepekan SRIL ambles 16,02%, sementara dalam sebulan anjlok 27,62%.

Amblesnya SRIL diiringi sentimen negatif terkait Bank QNB Indonesia (BKSW) yang melayangkan gugatan PKPU terhadap pemilik emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Iwan Setiawan Lukminto dan anak usaha SRIL, PT Senang Kharisma Textil.

Gugatan ini didaftarkan oleh Bank QNB di Pengadilan Negeri (PN) Semarang dengan nomor perkara 13/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg pada Selasa (20/4/2021).

Di balik gugatan PKPU tersebut, Sritex sedang memiliki utang yang akan jatuh tempo dalam jumlah yang cukup besar.

Utang ini berupa pinjaman sindikasi yang rencananya masih akan direstrukturisasi oleh perusahaan, namun hingga saat ini masih belum mendapatkan restu dari Mandated Lead and Arranger Bank (MLAB).

Hal ini diketahui dari keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perusahaan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Utang sindikasi yang dimaksud nilainya mencapai US$ 350 juta atau setara dengan Rp 5,07 triliun (kurs Rp 14.500/US$) yang jatuh tempo pada 2022.

Disebutkan bahwa menurut rencana pinjaman ini akan ditandatangani oleh perusahaan dan MLAB pada 19 Maret 2021 lalu. Namun ternyata perpanjangan pinjaman alias restrukturisasi ini gagal dilakukan oleh perusahaan.

Selain kedua utang ini, secara berturut-turut perusahaan masih memiliki obligasi sebesar US$ 155 juta atau Rp 2,25 triliun jadi akan jatuh tempo pada 2024 dan obligasi sebesar US$ 225 juta atau Rp 3,26 triliun dengan due date (jatuh tempo) pada 2025.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Punya Saham Ini? Tak Perlu Pusing Lihat Tiket Mudik Selangit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular