
Rupiah Menguat Sih, tapi Terancam Melemah 9 Pekan Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (16/4/2021), setelah stagnan dalam 2 hari terakhir. Meski demikian, penguatannya tipis dan masih berisiko membukukan pelemahan 9 pekan beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.600/US$. Rupiah 0,2%, sebelum berbalik melemah dengan persentase yang sama di Rp 14.620/US$. Rupiah berhasil kembali ke zona hijau, berada di level Rp 14.590/US$, menguat 0,07% pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini rupiah masih akan mampu mempertahankan penguatan, pertanyaannya seberapa jauh, apakah mampu menghentikan pelemahan di angka 8 pekan beruntun atau tidak. Sebab rupiah perlu menguat setidaknya 0,28% untuk menghentikan tren negatif tersebut.
Tanda-tanda penguatan rupiah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.602,50 | Rp14.548,7 |
1 Bulan | Rp14.633,00 | Rp14.590,0 |
2 Bulan | Rp14.694,00 | Rp14.647,0 |
3 Bulan | Rp14.746,00 | Rp14.703,0 |
6 Bulan | Rp14.920,00 | Rp14.871,0 |
9 Bulan | Rp15.075,00 | Rp15.031,0 |
1 Tahun | Rp15.295,00 | Rp15.223,8 |
2 Tahun | Rp16.043,30 | Rp15.908,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rupiah memang sudah seharusnya menguat, sebab indeks dolar AS sedang tertekan di pekan ini.
Pada perdagangan kemarin, indeks dolar kembali turun meski sangat tipis 0,01%. Dengan demikian, sepanjang pekan ini indeks dolar AS sudah menurun dalam 4 hari beruntun dengan total 0,52%.
Tren penurunan indeks dolar AS dimulai sejak 31 Maret lalu hingga Rabu kemarin. Selama periode tersebut indeks dolar AS hanya menguat 3 kali saja, total pelemahannya sebesar 1,72%.
Selain itu, capital inflow juga membuat rupiah bertenaga.
Membaiknya sentimen pelaku pasar membuat aliran modal kembali masuk ke negara emerging market dengan imbal hasil tinggi seperti Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan yield obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) hari ini.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, artinya ada aksi beli yang menjadi indikasi capital inflow.
Yield SBN tenor 10 tahun siang ini turun 5,8 basis poin ke 6,511%.
Sementara itu dari pasar saham, di perdagangan sesi I hari ini investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sekitar 77 miliar. Sementara dalam 2 hari sebelumnya sekitar 1,2 triliun.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
