
India Bikin Cemas, Rupiah Pun Lemas 4 Hari Beruntun

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah membukukan pelemahan 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (13/4/2021). Lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di India turut membuat rupiah lemas.
Melanir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.590/US$, setelahnya sempat menguat tipis 0,07% ke Rp 14.580/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,07% ke Rp 14.600/US$ dan tertahan di level tersebut hingga penutupan perdagangan.
Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga mengalami pelemahan. Hingga pukul 15:04 WIB, hanya yen Jepang yang menguat, itu pun tipis sebesar 0,03% saja.
Rupee India menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,57%.
Lonjakan kasus Covid-19 membuat pemerintah India mempertimbangkan menerapkan lockdown di daerah Maharasahra akibat jumlah kasus Covid-19 yang masih tinggi. India kini menjadi negara dengan kasus positif Covid-19 terbesar kedua di dunia mengalahkan Brasil karena lonjakan infeksi dalam beberapa minggu terakhir.
Menteri Kesehatan India Harsh Vardhan dilaporkan menyalahkan gelombang kedua infeksi dan kurangnya komitmen warga untuk memakai masker dan mempraktikkan jarak sosial sebagai penyebab melonjaknya kasus Covid-19 di India, seperti dikutip dari CNBC International, Senin (14/4/2021).
Dalam beberapa pekan terakhir masyarakat India menyelenggarakan festival keagamaan, kampanye politik pada pemilihan umum negara bagian dan banyak warga yang mengikuti aktivitas ini tanpa menggunakan masker dan menjaga jarak.
Lonjakan kasus di India tersebut kini menghantui Indonesia yang memasuki bulan Ramadhan dengan fenomena mudik. Meski pemerintah sudah melarang mudik, tetap saja pelaku pasar sedikit was-was.
Selain itu capital outflow yang terjadi dari dalam negeri sejak kemarin juga membuat rupiah sulit untuk menguat. Di pasar saham, kemarin investor asing melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 521 miliar, sementara pada hari ini sebesar Rp 477 miliar, artinya nyaris Rp 1 triliun dalam 2 hari terakhir.
Hal yang sama juga terjadi di pasar obligasi, yang tercermin dari kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN). Senin kemarin, yield SBN tenor 10 tahun naik 5,9 basis poin, sementara pada hari ini 0,9 basis poin ke 6,521%.
Pergerakan yield berbanding terbaik dengan harga SBN, saat yield naik artinya harga sedang turun. Saat harga turun artinya sedang terjadi aksi jual yang menjadi indikasi capital outflow.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Data Ekonomi Dari Dalam Negeri Kurang Mendukung
