
Kuat di Pasar Spot, Rupiah Justru Lemah di Kurs Tengah BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bervariasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (5/4/2021), menguat di pasar spot, tetapi masih lemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Dolar AS sedang tertekan hari ini, setelah rilis data tenaga kerja pada pekan lalu.
Kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.584. Rupiah melemah tipis 0,05% dibandingkan posisi Kamis pekan lalu.
Sementara itu di pasar spot, hingga pukul 10.00 WIB, rupiah masih menguat 0,07% di Rp 14.510/US$, melansir data Refinitiv.
Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga menguat melawan dolar AS. Hal tersebut menunjukkan dolar AS sedang lesu awal pekan ini. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat mayoritas mata uang utama Asia mampu menguat. Membaiknya sentimen pelaku pasar tercermin dari menguatnya mayoritas bursa saham utama Asia.
Tanda-tanda membaiknya sentimen pelaku pasar sudah terlihat sejak Kamis pekan lalu, saat bursa saham AS (Wall Street) menguat, dengan indeks S&P 500 menembus level 4.000 untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Penguatan tersebut dipicu rencana proyek infrastruktur Presiden AS Joseph 'Joe' Biden, senilai US$ 2 triliun.
Selain itu, data tenaga kerja AS yang bervariasi memberikan tekanan bagi dolar AS. Departemen Tenaga Kerja AS pada pekan lalu melaporkan tingkat pengangguran di bulan Maret memang turun menjadi 6% dari bulan sebelumnya 6,2%, kemudian penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll) tercatat sebanyak 916.000 orang, terbanyak sejak Agustus 2020 lalu.
Tetapi ada satu yang mengganjal, rata-rata upah per jam turun 0,1% pada bulan lalu, setelah naik 0,3% di bulan sebelumnya. Padahal, upah merupakan komponen penting dalam pemulihan ekonomi AS, serta kenaikan inflasi.
Dengan penurunan rata-rata upah per jam tersebut, laju kenaikan inflasi kemungkinan akan terhambat. Apalagi pada bulan Februari lalu, inflasi AS (yang dicerminkan oleh Personal Consumption Expenditure/PCE inti) tumbuh di 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year). Pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan laju Januari 2021 yang sebesar 1,5%.
Inflasi PCE merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) untuk merubah kebijakan moneternya, ketika inflasi masih lemah, maka kebijakan moneter ultralonggar masih akan dipertahankan.
Alhasil, indeks dolar AS melemah merespon data tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021