
PMI Manufaktur RI Cetak Rekor, Rupiah Bangkit Dong!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,35% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.520/US$ pada perdagangan Rabu kemarin. Padahal indeks dolar AS melemah kemarin, artinya the greenback sedang lesu. Hingga Rabu kemarin, rupiah sudah membukukan pelemahan 3 hari beruntun.
Capital outflow menjadi pemicu pelemahan rupiah. Di pasar saham, investor asing melakukan aksi jual bersih lebih dari Rp 1 triliun, yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,4%.
Sementara itu di pasar obligasi juga kemungkinan terjadi hal yang sama, terlihat dari kenaikan yield. Melansir data Refinitiv, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 2 basis poin ke 6,814%.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat harga turun maka yield akan naik. Begitu juga sebaliknya. Ketika harga turun, artinya terjadi aksi jual yang mensinyalkan capital outflow.
Tidak hanya hari ini, sepanjang tahun 2021 juga terjadi capital outflow di pasar obligasi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiyaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini hingga 29 Maret lalu, terjadi capital outflow sebesar Rp 26 triliun di pasar obligasi. Pada periode yang sama, nilai tukar rupiah melemah lebih dari 3%.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (1/3/2021) rupiah berpeluang bangkit melihat sentimen pelaku pasar global yang mulai membaik. Selain itu aktivitas manufaktur Indonesia meningkat tajam pada Maret 2021. Bahkan peningkatannya hingga mencapai posisi tertinggi sepanjang sejarah.
Aktivitas manufaktur, dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI), berada di 53,2 pada Maret 2021. Naik cukup tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,9 sekaligus menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah pencatatan PMI oleh IHS Markit yaitu sejak April 2011.
Data tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi masih terus berjalan, dan bisa memberikan sentimen positif ke pasar finansial.
Secara teknikal, rupiah kini berada di atas rerata pergerakan (moving average) MA 200 hari, sebelumnya juga sudah melewati MA 50 (garis hijau), dan MA 100 (garis oranye). Artinya rupiah kini bergerak di atas tiga MA sehingga tekanan menjadi semakin besar.
Indikator stochastic mulai masuk wilayah jenuh beli (overbought).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika stochastic masuk ke wilayah overbought maka ada peluang rupiah akan menguat.
Area Rp 14.500/US$ merupakan support terdekat, jika berhasil ditembus, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.470 hingga Rp 14.440/US$.
Sementara selama tertahan di atas support, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.570/US$ hingga Rp 14.600/US$. Bahkan tidak menutup kemungkinan menuju Rp 15.700/US$ dalam beberapa pekan ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
