
Pasar Global Q1 Ibarat Tunggangi Macan, Liar Banget!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan global pada kuartal pertama tahun 2021 bisa dibilang menghadapi jalan yang naik-turun yang cukup terjal dan tentunya berliku-liku.
Momen terpilihnya presiden Amerika Serikat (AS) yang baru yakni Joe Biden, di tambah adanya gelontoran stimulus 'jumbo' senilai US$ 1,9 triliun atau setara dengan Rp 27.000 triliun juga menjadi sentimen pasar.
Belum lagi ditambah adanya fenomena margin call di bursa Wall Street AS ketika investor ritel 'amatiran' nekat menggunakan transaksi margin dan wajib menambah dananya.
Kemudian, sentimen berikutnya harga minyak memanas, saham teknologi terkena aksi jual masif, dan tren bearish di pasar obligasi.
Setahun setelah dilanda pandemi virus korona, dan kini negara-negara di dunia berlomba-lomba dalam hal vaksinasi yang sangat penting untuk mengembalikan ekonomi dunia ke kondisi normalnya.
Pada awal tahun, sentimen yang mewarnai ialah komoditas minyak yang harganya naik fantastis, di mana potensi cuannya mencapai sebesar 25%.
Kemudian, saham-saham di dunia juga banyak yang meroket hingga ke level tertingginya seiring dengan mulai banyaknya negara yang menggelar vaksinasi massal termasuk Indonesia. Tentunya kondisi ini berbeda dengan tahun lalu ketika pasar saham ambles.
Berikutnya ada tren pelemahan harga obligasi yang membuat kinerja terburuk di pasar obligasi pemerintah sejak "taper tantrum" 2013. Taper tantrum biasanya menjadi istilah yang merupakan kondisi gejolak pasar ketika bank sentral mulai mengetatkan kebijakan.
Harga surat utang pemerintah AS (US Treasury) dan surat utang pemerintah Jerman (German Bond) ambles sekitar 6% hingga 6,5%.
Pemegang obligasi pemerintah di negara-negara berkembang pun turun sebesar 7%. Yield dan harga obligasi bergerak berlawanan, ketika harga turun maka yield atau imbal hasil naik.
Harimau atau Macan?
Kemenangan Demokrat di Senat AS pada Januari lalu membuka jalan bagi rencana stimulus US$ 1,9 triliun. Hal itu telah meningkatkan ekspektasi pasar terkait pertumbuhan ekonomi dan kenaikan inflasi, sehingga beberapa pelaku pasar khawatir akan bank sentral AS (Federal Reserve) yang mungkin sedang mencari dukungan untuk meredam kekhawatiran pelaku pasar tersebut.
Ahli strategi dari BCA, Arthur Budaghyan mengibaratkan pasar saat ini seperti sedang menunggangi 'macan', di mana kemenangan Senat AS memaksa perubahan pandangan investor.
"Mengendarai harimau itu menyenangkan, Satu-satunya halangan adalah tidak ada yang bisa melepaskan harimau tersebut." Kata Budaghyan, dikutip dari Reuters.
![]() Grafik Yield Treasury AS dengan Inflasi AS |
Dari pasar mata uang, dolar AS telah membuat banyak perusahaan manajer investasi memproyeksikan akan jatuh dari posisi terbaiknya pada kuartal pertama sejak tahun 2015 dan di kuartal tertentu sejak tahun 2018.
Harga minyak yang semakin 'memanas' membuat dolar Kanada dan kron Norwegia makin unggul.
Sementara poundsterling Inggris juga naik berkat program vaksinasi yang cepat di Inggris. Namun hal itu membuat mata uang negara-negara berkembang semakin terpuruk.
Real Brazil dan Lira Turki melanjutkan pelemahan pada akhir tahun lalu dengan melemah sebesar 10%. Hebatnya, lira sempat digadang-gadang menjadi mata uang terbaik di dunia selama enam pekan pertama di tahun 2021.
"Ini semua tentang pemisahan antara AS dan seluruh dunia," kata Kepala Ekonom Axa Gilles Moec, menyoroti bahwa lebih dari 6%, AS akan tumbuh pada tingkat tercepat sejak 1984 tahun ini dan terntunya lebih cepat dari China untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir.
![]() |
Sementara minyak dan logam industri seperti tembaga telah kembali pulih dan melonjak, di tengah harapan pemulihan ekonomi global.
Adapun komoditas emas telah turun sebesar 11%, menandai awal terburuk dalam setahun sejak 1982, meskipun sempat melonjak hampir 25% pada tahun 2020.
Satu sentimen lagi bagi pasar keuangan, khususnya komoditas minyak pada Maret lalu ialah kejadian 'nyangkutnya' kapal raksasa milik Evergreen di Terusan Suez, Mesir.
Macetnya kanal laut terpenting di dunia, Terusan Suez membuat beberapa tarif pengiriman naik berlipat ganda, dan permintaan mobil listrik (paladium dan platinum) naik 10% lebih tinggi pada tahun ini, tetapi harga gandum dan makanan utama lainnya melemah parah.
Pasar saham
Dari pasar saham, perselisihan antara investor ritel dengan perusahaan hedge fund terkait saham GameStop juga terjadi di awal tahun ini.
Saham pengecer video-game tersebut melonjak sebanyak 2.700% pada bulan Januari, ketika jutaan investor ritel yang terdorong oleh 'cuitan' di salah satu media sosial, membuat Wall Street tertekan dalam jangka pendek.
"Dibandingkan dengan kuartal pertama yang banyak cerita di pasar keuangan, seperti aksi Demokrat di menit-menit terakhir (pemilihan senat AS), stimulus AS 'jumbo' sebesar US$ 1,9 triliun, investor ritel mendominasi dan membuat bursa saham tertekan, dan bubble effect, mungkin di kuartal kedua tahun ini akan terlihat kurang dramatis." kata Cross-Asset Strategist JPMorgan, John Normand, di kutip dari Reuters.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Baik Bagi IHSG, Wall Street Meroket!
