
Yield Treasury AS Kembali Turun, Harga SBN Ditutup Beragam

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada perdagangan Senin (29/3/2021) cenderung beragam, seiring dari menurunnya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada sore hari ini waktu Indonesia.
Sikap investor obligasi pemerintah RI cenderung beragam, di mana untuk SBN bertenor 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun, dan 15 tahun masih ramai dikoleksi oleh investor dan mengalami penguatan harga serta penurunan yield.
Sedangkan untuk SBN berjatuh tempo 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan pelemahan harga dan kenaikan yield. Adapun untuk SBN tenor 25 tahun harga dan yield-nya cenderung stagnan.
Yield SBN bertenor 1 tahun dengan kode FR0061 turun sebesar 0,9 basis poin (bp) ke level 3,843%, yield SBN tenor 3 tahun berseri FR0039 turun 10,4 bp ke 5,206%, yield SBN berjatuh tempo 5 tahun dengan seri FR0081 turun 1,5 bp ke 5,81, dan yield SBN bertenor 15 tahun berkode FR0088 juga turun 1,2 bp ke 6,615%.
Selanjutnya yield SBN tenor 25 tahun dengan kode FR0067 cenderung stagnan di level 7,505%. Sementara sisanya mengalami kenaikan yield. Adapun untuk yield SBN seri FR0087 dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 0,7 bp ke level 6,756%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Harga SBN dan yield SBN yang bergerak beragam terjadi di tengah penurunan yield obligasi pemerintah AS yang kembali terjadi pada sore hari ini waktu Indonesia. Berdasarkan data World Government Bond, yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun kembali turun 1,6 basis poin ke level 1,658% pada sore hari ini waktu Indonesia.
Penurunan yield tidak terlepas dari sejumlah data ekonomi AS yang kurang oke. Paling anyar, inflasi AS (yang dicerminkan oleh Personal Consumption Expenditure/PCE inti) pada Februari 2021 ada di 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Melambat dibandingkan laju Januari 2021 yang sebesar 1,5%.
Secara bulanan (month-to-month/mtm) laju PCE inti juga melambat. Pada Februari 2021, angkanya adalah 0,1% dibandingkan 0,2% pada bulan sebelumnya. Ini menandakan bahwa permintaan di Negeri Adikuasa belum pulih betul.
"Kami memang memperkirakan inflasi akan naik tahun ini, Namun tidak besar dan berkelanjutan," tegas Jerome 'Jay' Powell, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), dalam Rapat Kerja bersama Kongres, pekan lalu.
Oleh karena itu, kemungkinan besar The Fed tidak akan melonggarkan kebijakan moneter dalam waktu dekat. Suku bunga acuan akan tetap bertahan rendah mendekati 0%, dan gelontoran likuiditas melalui quantitative easing sebesar US$ 120 miliar/bulan terus berjalan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%