Awal Pekan, Bursa Asia Merah! Nikkei-Hang Seng Ambles

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
22 March 2021 08:45
A man looks at an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka beragam mayoritas melemah pada perdagangan Senin (22/3/2021), karena investor mengamati pergerakan lira Turki menyusul gejolak mendadak di bank sentral negara itu dan menunggu keputusan dari bank sental China terkait kebijakan suku bunga pinjaman terbarunya.

Hanya indeks Shanghai Composite China dan KOSPI Korea Selatan yang dibuka di zona hijau hari ini, di mana indeks Shanghai dibuka menguat 0,16% dan KOSPI dibuka tumbuh 0,15%

Sedangkan sisanya dibuka di zona merah pada hari ini, iercatat indeks Nikkei Jepang dibuka merosot 1,07%, Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,65%, dan Straits Times Index (STI) Singapura melemah tipis 0,06%.

Pelaku pasar Asia sedang mengamati lira Turki pada hari ini, di mana mata uang tersebut melemah tajam menjadi 8.145 terhadap greenback (dolar Amerika Serikat), dibandingkan dengan level di bawah 7,5 per dolar yang terlihat pekan lalu.

Hal itu terjadi setelah bank sentral Turki sedang bergejolak, di mana Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara tiba-tiba mengganti pemimpinnya hanya beberapa hari setelah kenaikan suku bunga yang tajam.

Selain itu, investor juga menunggu keputusan bank sentral China (People Bank of China/PBoC) yang akan memutuskan kebijakan suku bunga pinjaman acuannya untuk periode Maret 2021 pada pukul 09:30 waktu setempat atau pukul 08:30 WIB.

Pengamat dan analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kedua suku bunga tetap tidak berubah, di mana untuk suku bunga pinjaman acuan 1 tahun tetap di level 3,85% dan suku bunga pinjaman acuan 5 tahun tetap di 4,65%.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham New York (Wall Street) ditutup beragam cenderung tertekan pada perdagangan akhir pekan lalu (19/3/2021), setelah bank sentral AS yakni Federal Reserve (The Fed) menyampaikan tidak memperpanjang relaksasi permodalan bagi bank-bank yang terdampak pandemi Covid-19.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) merosot 0,71% ke level 32.627,97 dan S&P 500 melemah tipis 0,06% ke 3.913,1. Namun untuk Nasdaq Composite yang berisikan saham-saham teknologi melesat 0,76% ke 13.215,24.

The Fed, Jumat (19/3/2021), tak memperpanjang aturan yang akan berakhir bulan ini, yang melonggarkan rasio utang suplementer (supplementary leverage ratio/SLR) perbankan.

Aturan ini memungkinkan bank memiliki tingkat modal lebih sedikit ketimbang obligasi pemerintah yang dipegang.

Keputusan tersebut dapat memiliki beberapa efek buruk, pedagang telah memperingatkan, jika sebagai tanggapan bank menjual sebagian dari kepemilikan obligasi pemerintah AS (Treasury) mereka. Itu bisa mengirim imbal hasil lebih tinggi pada saat kenaikan suku bunga yang cepat sudah membuat takut investor.

"Ini mengecewakan investor karena The Fed memutuskan untuk tidak memperpanjangnya," kata kepala investasi di Rockefeller Global Family Office Jimmy Chang, seperti dikutip CNBC Indonesia dari CNBC International.

"Ada banyak ekspektasi, setidaknya beberapa minggu lalu, bahwa Fed akan memperpanjang pembebasan SLR untuk bank-bank besar mengingat kebutuhan untuk menyerap begitu banyak penerbitan Treasury."

Sementara itu, imbal hasil obligasi melambung dari posisi terendahnya setelah pengumuman tersebut. Imbal hasil Treasury 10-tahun berbalik lebih tinggi sebelum berubah datar di 1,73%, melayang di dekat level tertinggi 14-bulan. Suku bunga acuan mulai tahun 2021 di bawah 1%. (1 basis poin sama dengan 0,01%).

"Kecepatan naik ke tingkat ini terlalu cepat untuk kenyamanan, saat imbal hasil bergerak lebih tinggi, lebih sulit untuk membenarkan penilaian yang meningkat," kata Chang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular