
Fed Tolak Perpanjang Aturan SLR, Wall Street Dibuka Variatif

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka variatif pada perdagangan Jumat (19/3/2021), setelah bank sentral tak memperpanjang kebijakan perbankan yang menurut pasar bisa berujung pada lonjakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average drop 340 poin pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) dan 30 menit kemudian jadi 198,5 poin (-0,6%) ke 32.663,77. Namun, S&P 500 turun 1,6 poin (-0,04%) ke 3.913,9 dan Nasdaq loncat 87,7 poin (+0,67%) ke 13.203,84.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tak memperpanjang aturan yang akan berakhir bulan ini, yang melonggarkan rasio utang suplementer (supplementary leverage ratio/SLR) perbankan. Aturan ini memungkinkan bank memiliki tingkat modal lebih sedikit ketimbang obligasi pemerintah yang dipegang.
Pencabutan aturan yang semula ditujukan mendorong perbankan mencairkan kredit (ketimbang membeli obligasi pemerintah) selama pandemi ini dinilai memiliki efek samping. Jika bank akhirnya melepas obligasi pemerintah yang dipegang, maka kenaikan yield pun tak terelakkan.
"Ini mengecewakan bagi investor... ada banyak ekspektasi, setidaknya beberapa pekan lalu, bahwa The Fed akan memperpanjang SLR bagi bank besar karena kebutuhan menyerap emisi obligasi pemerintah," tutur Jimmy Chang, Kepala Investasi Rockefeller Global Family Office, sebagaimana dikutip CNBC International.
Akibatnya, saham bank (yang menguat digit ganda sepanjang tahun berjalan) pun terkena aksi jual. Saham JPMorgan dan Wells Fargo kompak melemah lebih dari 3%, sementara Goldman Sachs turun 1,5%. Bank of America juga drop 3%.
Di pasar surat utang, imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun (yang menjadi acuan pasar) kembali menguat, menjadi 1,74%, atau mendekati level tertingginya dalam 14 bulan yang dicetak kemarin yakni pada 1,75%.
Semula di awal tahun, yield Surat Berharga Negara (SBN) tersebut masih di bawah level 1%. Imbal hasil bergerak berlawanan dari harga, di mana 1 bp setara dengan 0,01%. Saham Zoom berbalik menguat lebih dari 1% di sesi pra-pembukaan.
Kenaikan yield yang menunjukkan sinyal keyakinan pasar akan prospek pemulihan ekonomi dan secara bersamaan ketakutan akan inflasi. Akibatnya, saham berbasis pertumbuhan menjadi kurang atraktif bagi investor.
Pada Kamis, indeks Nasdaq anjlok 3%, menyusul koreksi saham Apple dan Amazon. Indeks Dow Jones dan S&P 500 tertekan masing-masing sebesar 0,5% dan 1,5%. Pada saat itu, imbal hasil obligasi acuan AS melesat melampaui 1,7%, tertinggi sejak Januari tahun lalu.
Saham FedEx melompat 6% setelah perusahaan ekspedisi itu mencetak kinerja yang lebih baik dari ekspektasi baik dari sisi penjualan maupun laba bersih. Sebaliknya, saham Nike anjlok 4% setelah membukukan kinerja keuangan yang buruk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 BUMN China Hengkang Dari Wall Street