Bursa Asia Mayoritas Menguat, Sayang Shanghai Tak Ikutan

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
15 March 2021 08:42
Passersby are reflected on an electronic board showing the exchange rates between the Japanese yen and the U.S. dollar, the yen against the euro, the yen against the Australian dollar, Dow Jones Industrial Average and other market indices outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 6, 2019.   REUTERS/Issei Kato
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia mayoritas dibuka di zona hijau pada perdagangan Jumat (11/3/2021), di tengah sikap pelaku pasar Asia yang menanti rilis data penjualan ritel dan tingkat pengangguran China untuk periode Januari dan Februari 2021.

Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,31%, Hang Seng Hong Kong dibuka tumbuh 0,64%, Straits Times Index (STI) Singapura terapresiasi 0,43%, dan KOSPI Korea naik 0,1%.

Sementara untuk indeks Shanghai Composite China pada hari ini dibuka melemah 0,32%.

Pelaku pasar Asia sedang menunggu rilis data tingkat pengangguran dan penjualan ritel di China pada periode Januari dan Februari 2021 yang akan dirilis pada pukul 09:00 waktu setempat atau pukul 10:00 WIB.

Beralih ke Negeri Paman Sam (AS), bursa saham Wall Street ditutup beragam pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (12/3/2021) waktu AS atau Sabtu pagi waktu Indonesia.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 0,9% ke level 32.778,64 dan S&P 500 menguat 0,1% ke 3.943,34. Sementara untuk Nasdaq Composite kembali melemah 0,59% ke 13.319,87.

Sebelumnya di perdagangan awal, bursa saham AS berayun ke jalur merah menyusul kekhawatiran seputar efek kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS terhadap kinerja emiten teknologi.

Di Nasdaq, saham-saham pemicu penurunan yakni JD.Com minus 6,66%, DocuSign turun 6,60%, sedangkan yang menahan laju penurunan yakni saham Trip.com naik 4,75% dan Walgreens naik 3,21%.

Sementara itu saham Tesla yang terjungkal lebih dari 3% di awal sesi akhirnya ditutup minus tipis 0,84%, disusul saham Netflix minus 0,96%, dan Facebook yang anjlok 2%. Saham Apple koreksi 0,76%, Amazon minus 0,77%.

"Yield yang lebih tinggi dan bank sentral yang kurang dovish kini dinilai sebagai ancaman terbesar bagi pasar saham," tutur Ralf Preusser, perencana investasi surat utang Bank of America, sebagaimana dikutip CNBC International, Sabtu (13/3).

Menurut laporan Ned Davis Research, Nasdaq berisiko anjlok 20% lagi jika yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar surat utang tersebut menguat hingga menyentuh level psikologis 2%.

Namun, kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS menekan kinerja mereka karena sifat bisnis mereka yang memang padat modal dan gemar menerbitkan surat utang. Malam ini, imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun itu kembali naik, sebesar 8 basis poin, ke 1,61%.

Sinyal pemulihan ekonomi AS kian jelas setelah Presiden AS, Joe Biden meneken stimulus pandemi berukuran jumbo, yakni senilai US$ 1,9 triliun atau setara dengan Rp 27.000 triliun.

Stimulus itu memasukkan bantuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 1.400 ke warga AS, membiayai program vaksinasi senilai US$ 20 miliar dan bantuan untuk pemerintah lokal dan federal sebesar US$ 350 miliar.

Biden pada Kamis mengumumkan bahwa semua warga dewasa di AS akan mendapatkan vaksinasi selambat-lambatnya pada 1 Mei. Sentimen positif lain datang dari klaim pengangguran yang menunjukkan pelemahan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular