
Wall Street Ambruk Lagi! Bursa Asia Berjatuhan, KOSPI Longsor

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia kompak dibuka melemah pada Kamis (4/3/2021), mengikuti pelemahan bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Rabu (3/3/2021) waktu setempat setelah kembali naiknya imbal hasil (yield) obligasi AS dan rilis data tenaga kerja AS yang mengecewakan.
Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka ambles 1,25%, Hang Seng Hong Kong merosot 1,19%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,85%, Straits Times Index (STI) Singapura melemah 0,36%, dan KOSPI Korea Selatan longsor 1,47%.
Di Asia, inflasi Korea Selatan pada Februari 2021 melaju ke level tertinggi selama kurun waktu 13 bulan karena peningkatan permintaan domestik dan kenaikan harga minyak global.
Hal itu menandakan bahwa pemulihan ekonomi secara bertahap sudah terjadi di negara dengan ekonomi terbesar keempat di Asia itu.
Dalam survei Reuters,indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) naik 1,1% year-on-year (YoY) di bulan Februari, Statistik Korea mengatakan, kenaikan ini merupakan kenaikan yang tercepat sejak kenaikan 1,5% pada Januari 2020 dan mengalahkan kenaikan rata-rata 1%.
Beralih ke Negeri Paman Sam (AS), bursa saham New York berbalik melemah pada perdagangan Rabu kemarin (Kamis pagi waktu Indonesia) setelah melesat hari sebelumnya.
Melansir data Refinitiv, indeks Dow Jones melemah 0,39% ke 31.270,09, S&P 500 merosot 1,3% ke 3,819,72, dan Nasdaq jeblok 2,7% ke 12.997,75.
"Secara umum, beli di kala koreksi masih ada dan dijalankan... Meski ada goncangan beberapa hari ini tetapi indeks S&P 500 telah meroket 1,55% sepanjang pekan ini didominasi saham yang diuntungkan dari pembukaan ekonomi," tutur Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, sebagaimana dikutip CNBC International, Rabu (3/3/2021)
Yield obligasi pemerintah AS (US Treasury Bond) tenor 10 tahun kembali naik, setelah turun 3 hari beruntun. Bahkan kemarin sempat nyaris menyentuh level 1,5% lagi.
Banyak analis melihat kenaikan yield Treasury AS masih akan tertahan di kisaran 1,5%, sebab jika terus menanjak, maka akan memicu kecemasan terjadi taper tantrum yang dapat memicu gejolak di pasar keuangan global.
"Yield sangat menentukan. Di kisaran 1,5%, yield obligasi bisa kompetitif dibandingkan dividend yield di pasar saham. Ingat, tidak ada risiko di obligasi, uang Anda kembali 100%," kata Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Sementara itu laporan dari Automatic Data Processing Inc. (ADP) kemarin menunjukkan sektor swasta AS hanya merekrut 117.000 tenaga kerja. Ekonom dalam polling Dow Jones sebelumnya memprediksi angka 225.000 pada Februari, atau naik dari posisi Januari (174.000).
Data dari ADP biasanya dijadikan acuan rilis data tenaga kerja AS pada Jumat nanti, sehingga bisa jadi pasar tenaga kerja AS laju pemulihannya mulai melambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
