
Lumayan, Rupiah ke Bawah Rp 10.700 Lagi Lawan Dolar Singapura

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sedang lesu melawan dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal pekan kemarin, tetapi melawan dolar Singapura masih mampu menguat pada perdagangan hari ini, Selasa (2/3/2021). Sentimen pelaku pasar yang membaik, tercermin dari penguatan bursa saham global menjadi tenaga bagi rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah pagi ini menguat 0,3% ke Rp 10.699/SG$ di pasar spot, setelah melemah lebih dari 1% dalam 2 hari perdagangan beruntun.
Sentimen pelaku pasar sedang membaik sejak awal pekan kemarin, bursa saham mulai dari Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat (AS) menguat tajam. Sebabnya, yield obligasi (Treasury) AS yang mulai menurun.
Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun turun 2,7 basis poin ke 1,4290%. Pada perdagangan Jumat lalu, yield ini juga menurun 5,9 basis poin. Penurunan berlanjut pagi ini sebesar 1,5 basis poin.
Sebelumnya kenaikan yield Terasury AS hingga ke level tertinggi sejak Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi <0,25%. Kenaikan tersebut membuat pelaku pasar cemas akan kemungkinan terjadinya tapering (pengurangan nilai pembelian obligasi The Fed) yang dapat memicu gejolak di pasar finansial atau yang dikenal dengan istilah taper tantrum.
Namun, baik investor maupun para ekonom memperkirakan The Fed akan merubah kebijakannya di bulan ini guna meredam gejolak di pasar obligasi. Ketua The Fed, Jerome Powell, pada rapat kebijakan moneter 16 - 17 Maret waktu setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.
Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.
The Fed sudah 2 kali menjalankan Operation Twist, pada 2011 dan 1961. CNBC International melaporkan pelaku pasar yang mengetahui perihal operasi tersebut mengatakan jika The Fed sudah menghubungi dealer-dealer utama untuk menjalankan operasi tersebut.
Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.
"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Singapura Tumbuh Tinggi, Dolarnya Makin Mahal dong?
