Investor Buru Obligasi AS, Bursa Asia Ikut Tertekan & Merah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
23 February 2021 08:38
pasar saham asia
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka melemah pada Selasa (23/2/2021), di tengah pelemahan bursa saham Wall Street akibat masih terjadi aksi ambil untung (profit taking) di saham-saham teknologi dan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) yang kembali terjadi.

Tercatat indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,43%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,63%, Straits Times Index (STI) turun tipis 0,08%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,34%.

Sementara itu, indeks Nikkei Jepang hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati hari ulang tahun kaisar Jepang Naruhito.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup cenderung melemah pada perdagangan Senin (22/2/2021) waktu setempat.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,09% ke level 31.51,69. Sedangkan S&P 500 terkoreksi 0,77% ke 3.876,5 dan Nasdaq Composite yang melemah paling parah, yakni ambles 2,46% ke 13.533,05.

Saham-saham teknologi masih menjadi incaran investor untuk dijual, sehingga harga sahamnya kembali anjlok dan menjadi pemberat indeks S&P 500. Saham teknologi besar seperti Apple, Amazon, dan Microsoft terjatuh hingga 2%.

Selain itu, Kenaikan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury Bond) juga membuat harga saham di Bursa New York ikut goyang. Imbal hasil nominal obligasi pemerintah AS mengalami kenaikan yang signifikan dalam waktu singkat.

Kini yield nominal instrumen investasi pendapatan tetap AS bertenor 10 tahun sudan menyentuh level 1,36%. Padahal imbal hasilnya sempat jatuh ke bawah 1% tahun lalu.

Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dipicu oleh ekspektasi kenaikan inflasi. Ketika harga-harga mulai naik, maka investor cenderung menginginkan imbal hasil yang lebih menarik dari surat utang. Hal ini membuat harganya terkoreksi.

Di tengah era suku bunga rendah, imbal hasil riil (setelah dikurangi inflasi) obligasi pemerintah AS sempat jatuh ke teritori negatif. Namun belakangan ini imbal hasil riilnya ikut terangkat naik meski masih sangatlah rendah.

Kendati banyak yang khawatir terhadap kenaikan yield di tengah valuasi saham-saham AS yang sudah terbilang mahal, ada juga analis yang melihat bahwa kenaikan yield tidak akan berdampak signifikan berdampak ke pasar saham.

Salah satunya adalah Chief Market Strategist perusahaan keuangan AS Truist yaitu Keith Lerner. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Lerner mengatakan bahwa kenaikan yield tak akan menjadi ancaman bagi pasar saham yang sedang bullish.

Lebih lanjut Lerner mengungkapkan ada empat hal yang mendukung pendapatnya yaitu prospek pemulihan ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter yang supportif, perbaikan kinerja keuangan perusahaan serta valuasi saham yang masih menarik.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular