Inflasi Dinilai Bukan Risiko Besar, Wall Street Dibuka Hijau

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
19 February 2021 21:46
Trader Gregory Rowe, right, works on the floor of the New York Stock Exchange, Wednesday, Dec. 11, 2019. Stocks are opening mixed on Wall Street following news reports that US President Donald Trump might delay a tariff hike on Chinese goods set to go into effect this weekend. (AP Photo/Richard Drew)
Foto: Pasar Finansial Wall Street (AP Photo/Richard Drew)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka menguat tipis pada perdagangan Jumat (19/2/2021), setelah Menteri Keuangan Janet Yellen menilai inflasi bukanlah risiko yang mengkhawatirkan bagi pemulihan ekonomi AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 75,4 (0,3%) pada pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) dan 10 menit kemudian surut menjadi 28,8 poin (+0,09%) ke 31.522,18. S&P 500 menguat 6,3 poin (+0,16%) ke 3.920,23 dan Nasdaq tumbuh 51,9 poin (+0,37%) ke 13.917,29.

Kepada CNBC International, Yellen mengatakan bahwa paket stimulus yang besar masih akan diperlukan untuk agar mesin pertumbuhan ekonomi berputar lebih cepat. Dia meyakini bahwa paket stimulus US$ 1,9 triliun bakal membantu tercapainya target penyerapan kerja tahun ini.

"Kami menilai sangat penting untuk memiliki paket besar yang menyasar kepedihan yang membuat 15 juta warga Amerika telat membayar sewa, 24 juta orang dewasa dan 12 juta anak-anak kesulitan pangan, dan usaha kecil tutup," ujar Yellen.

Harga yang harus dibayar dalam jangka panjang jika pemerintah tak melakukan apapun, lanjut dia, akan lebih besar dibandingkan jika pemerintah mengambil kebijakan stimulus jumbo tersebut.

Reli pasar saham akhir-akhir ini terganjal oleh kekhawatiran seputar kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS di tengah risiko inflasi. Yield surat utang pemerintah bertenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar-kembali melampaui level 1,3%.

Yield naik ketika inflasi menguat karena investor yakin bank sentral akan mengerem kebijakan longgarnya dan mengurangi pembelian aset. Imbal hasil yang tinggi bisa memicu lonjakan beban emiten obligasi yang pada gilirannya juga menekan kinerja mereka dan saham mereka di bursa.

Namun, Yellen menilai bahwa inflasi bukanlah faktor yang perlu dikhawatirkan karena yang saat ini perlu dikhawatirkan justru ketakutan konsumen dan efek pandemi terhadap kehidupan masyarakat luas dalam jangka panjang.

"Alasan terbesar di balik penilaian kami akan reli lanjutan bergantung pada terjaganya kepercayaan bahwa pendorong utama pasar masih akan tetap mengada," tutur Scott Wren, perencana keuangan senior Wells Fargo dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Salah satu pendorongnya adalah stimulus tambahan dari Kongres yang akan menolong menjembatani jarak antara kondisi sekarang dan ketika vaksin sudah didistribusikan secara luas nantinya.

DPR AS akan mengesahkan stimulus pandemi senilai US$ 1,9 triliun selambat-lambatnya pada akhir Februari, demikian ujar Ketua DPR Nancy Pelosi. Pimpinan partai Demokrat di Kongres berupaya mengesahkan stimulus tersebut tanpa persetujuan Partai Republik.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq sepekan ini melemah masing-masing sebesar 0,5% dan 1,6% atau kian dekat dengan peluang mencetak reli mingguan selama 2 pekan beruntun. Di sisi lain, Dow Jones menguat 0,1% sepanjang pekan berjalan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Rilis Kinerja Nvidia, Nasdaq & S&P500 Tergelincir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular