
Industri Kontraksi, BNI Tetap Tumbuh di Tengah Pandemi Covid

Jakarta, CNBC Indonesia- Salah satu emiten bank terkemuka PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) berhasil membukukan laba bersih konsolidasi sepanjang 2020 senilai Rp 3,3 triliun di tengah pandemi Covid-19.
Meski pencapaian labanya belum seoptimal dibandingkan dengan 2019, namun Bank BUMN terbesar ketiga ini masih menorehkan pertumbuhan dari pertumbuhan aset, kredit, dan menjaga NIM (net interest margin) di level 4,5%.
"Kami di BNI sepanjang tahun lalu memacu diri agar 2021 menjadi lebih baik dengan membuat lompatan bisnis. Langkah yang kami lakukan, perseroan dapat hasil menggembirakan, pemulihan lebih cepat terwujud," kata Royke Tumilaar, Direktur Utama BNI, dalam paparan virtual di Jakarta, Jumat (29/1/2021).
Sepanjang 2020, kredit BNI tetap tumbuh 5,3% atau senilai Rp 586,2 triliun. Sementara total aset pada 2020 tumbuh 5,4% menjadi Rp 891,34 triliun.
Kinerja penyaluran kredit BNI ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata perbankan nasional yang tercatat terkontraksi 2,41% sepanjang 2020. BNI menjadi salah satu dari sedikit bank yang tetap tumbuh di tengah pandemi.
Pertumbuhan kredit ini akan terus dijaga dengan proyeksi pertumbuhan 6-9% sepanjang 2021. Optimisme ini berangkat dari membaiknya perekonomian dan pulihnya daya beli di tahun ini, yang menjadi katalis positif bagi pertumbuhan penyaluran kredit. Adapun segmen diharapkan mendorong pertumbuhan kredit BNI di tahun ini yakni korporasi dan konsumer terutama untuk kredit payroll.
Di tengah ketidakpastian BNI konsisten manajemen biaya dana yang efektif. BNI mencatatkan biaya dana (cost of fund) yang terus mengalami perbaikan, hingga akhir 2020 turun menjadi 2,6% dari 3,2% di 2019.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan BBNI penurunan biaya dana karena adanya peningkatan rasio dana murah. BNI mencatat dana pihak ketiga pada akhir 2020 mencapai Rp 679,5 triliun tumbuh 10,6% dibandingkan dengan 2019.
"Strategi perseroan fokus pada peningkatan dana murah sehingga rasio CASA akhir Desember mencapai 68,4%. Meningkat 160 bps secara yoy," ujar Novita belum lama ini.
Selain itu perusahaan juga akan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) akan berada di bawah 4% pada tahun ini. Beberapa asumsi yang digunakan dalam rasio NPL tersebut antara lain adanya potensi membaiknya ekonomi tahun ini karena proses vaksinasi Covid-19 secara global.
"Kami memperbaiki proses kredit dan manajemen risiko sejak 2020, dampaknya akan terlihat di 2021. Pencadangan di 2021 akan kami proyeksikan lebih rendah seiring membaiknya NPL, tapi akan lebih tinggi dari 2019," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Head of Investment PT Avrist Asset Management Tb. Farash Farich mengatakan dengan pemulihan bisnis bertahap, tahun ini pertumbuhan kredit bisa tumbuh lebih tinggi walaupun masih 1 digit, terutama dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang dapat menjadi buffernya.
Dia menilai seharusnya tahun ini posisi BBNI lebih nyaman terutama dengan pencadangan yang sudah ditambah pada 2020. Adapun rasio CKPN terhadap aset produktif bermasalahnya sudah 2 kali dari sebelumnya 1,3 kali pada 2019.
"Jadi harusnya cost of fund masih bisa turun sedikit lagi, sehingga NIM bisa expand tahun ini," kata Farash kepada CNBC Indonesia.
![]() |
Namun, yang diwaspadai adalah bila perbaikan dunia bisnis lebih lambat dari perkiraan di awal tahun sehingga perbankan tetap harus menjaga likuiditasnya tetap tinggi. Setelah kuartal 2 menurutnya sudah bisa terlihat tren perkembangan ekonomi sehingga bank pun bisa menentukan strateginya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kinerja Cemerlang, BNI Terus Didorong Go Internasional