Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Minat pasar yang sedang tinggi terhadap aset-aset berisiko menguntungkan mata uang Tanah Air.
Pada Rabu (3/2/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.000 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan tipis 0,07% di hadapan dolar AS. Misi untuk melengserkan dolar AS ke bawah Rp 14.000 pun gagal terlaksana.
Namun hari ini beda cerita. Sebelum pembukaan pasar spot, rupiah bahkan sudah menunjukkan keperkasaannya di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). Artinya peluang apresiasi rupiah memang terbuka.
Hal ini tidak lepas dari pelaku pasar yang tengah memasang mode abai terhadap risiko (risk-off). Sikap risk-off tersebut terlihat di bursa saham New York, di mana dini hari tadi waktu Indonesia indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 1,57%, S&PP 500 melonjak 1,39%, dan Nasdaq Composite melambung 1,56%.
Ada beberapa kabar yang membuat investor lega. Pertama, sepertinya ada pertanda bahwa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sedikit mereda, meski belum bisa dibilang sudah 'jinak'.
Organisasi Kesehatab Dunia (WHO) mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 2 Februari 2021 adalah 102.942.987 orang. Bertambah 349.363 orang dari hari sebelumnya.
Walau bertambah, dan angkanya tidak bisa dibilang sedikit, tetapi cukup jauh di bawah rat-rata penambahan kasus harian dalam 14 hari terakhir yaitu 543.055 orang per hari. Rerata tambahan pasien positif dalam 14 hari terakhir pun jauh lebih rendah ketimbang rata-rata 14 hari sebelumnya yang mencapai 704.923 orang per hari. Kurva kasus positif mulai melandai.
Kedua, ada harapan Kongres AS bakal menggolkan paket stimulus fiskal yang diajukan pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden senilai US$ 1,9 triliun. Maklum, Konges (baik House of Representatives maupun Senat) kini dikuasai oleh Partai Demokrat pendukung pemerintah.
Paket ini mendapat tentangan dari kubu oposisi Partai Republik. Grand Old Party menilai stimulus itu terlalu besar sehingga berisiko menambah berat beban fiskal. Tahun lalu, pemerintahan Presiden Donald Trump telah menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 4 triliun.
"Proposal Presiden Biden sepertinya akan lolos. Stimulus fiskal bisa segera bergulir dan pelaku pasar melihat prospek ekonomi bakal lebih cerah," kata Rick Meckler, Partner di Cherry Lane Investments yang berkedudukan di Neq Jersey (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Ketiga, gesekan antara hedge funds dengan investor ritel mulai mereda. Investor ritel dengan dana yang terbatas perlahan mulai menarik diri.
Harga aset yang sebelumnya dipom-pom oleh investor ritel pun terkoreksi dan kembali ke nilai fundamentalnya. Harga saham GameStop yang sempat naik ratusan persen hari ini ambles 60%.
'Perang Bharatayudha' antara hedge funds vs investor ritel yang mereda ini membuat pasar muai jernih, tidak lagi keruh. Investor tentu lebih nyaman dengan kondisi ini sehingga berani untuk 'keluar kandang'.
Berbagai perkembangan ini membuat aset-aset berisiko kembali jadi buruan. Arus modal yang menaglir deras ke Wall Street merembes pula ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Hasilnya, rupiah nyaman melenggang di jalur hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA