Pemulihan Ekonomi AS Melambat, Rupiah Ngegas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 January 2021 09:44
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (29/1/2021). Pemulihan ekonomi AS yang melambat membuat indeks dolar yang sebelumnya perkasa menjadi lesu kembali.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.030/US$, menguat 0,14% di pasar spot, setelah melemah 0,11% kemarin.

Indeks dolar AS kemarin mengalami koreksi 0,21% ke 90,455 setelah produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 yang tumbuh 4% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), lebih rendah dari prediksi para ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 4,3%.

Rilis data PDB tersebut mengkonfirmasi pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) jika pemulihan ekonomi AS mengalami pelambatan. Dengan demikian The Fed kemungkinan akan mempertahankan kebijakan ultra longgar dalam waktu yang lama, bahkan ada kemungkinan program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan ditambah jika pemulihan ekonomi terus memburuk.

Hal tersebut tentunya akan menekan dolar AS.

Pada Kamis dini hari kemarin The Fed di bawah komando Jerome Powell mengumumkan mempertahankan suku bunga di rekor terendah <0,25% dan QE senilai US$ 120 miliar per bulan.

"Perekonomian masih jauh dari target inflasi dalam kebijakan moneter kami, dan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa lama untuk mencapai kemajuan yang substansial. Kebijakan masih akan "sangat akomodatif saat pemulihan sedang berlangsung," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (28/1/2021).

Selain itu, dalam konferensi pers usai mengumumkan kebijakan moneter. Powell mengatakan laju pemulihan ekonomi dan pasar tenaga kerja dalam beberapa bulan terakhir berjalan secara moderat, dengan pelemahan terjadi di sektor yang paling terdampak pandemi.

Sementara itu, "bisik-bisik" pengurangan nilai QE atau yang dikenal dengan tapering di akhir tahun ini, yang selama ini beredar di pasar, dibantah oleh Powell.

"Mengenai tapering, itu masih prematur. Kamu baru saja membuat panduan. Kami mengatakan kami ingin melihat kemajuan yang substansial menuju target kami sebelum kami memodifikasi panduan QE. Dan itu masih terlalu prematur untuk membahas kapan waktunya, kami harus fokus dalam kemajuan yang ingin kami lihat," kata Powell.

Pernyataan Powell tersebut membuat "bisik-bisik" tapering di akhir tahun ini meredup. Jika tapering tidak dilakukan, artinya likuiditas di pasar masih akan besar dan secara teori dolar AS masih akan tertekan.

Selain itu, pernyataan Powell yang harus diperhatikan juga yakni kebijakan akan "sangat akomodatif saat pemulihan sedang berlangsung." Artinya, ketika laju pemulihan ekonomi AS terus memburuk, maka The Fed akan bertindak lebih jauh dengan menambah nilai QE.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular