Ada Stimulus Jumbo AS, Harga Minyak Mentah Bergerak Mixed

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
17 January 2021 10:45
FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia ditutup bervariasi pada perdagangan pekan ini. Harga minyak dunia saat ini masih di kisaran US$ 52 per barel.

Selama sepekan terakhir, harga kontrak Brent melemah 1,59% dibanding posisi pekan lalu ke US$ 55,1 per barel. Di saat yang sama, kontrak minyak West Texas Intermediate (WTI) malah naik 0,23% ke US$ 52,36 per barel.

Saat para produsen mengalami kesulitan untuk menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan di pasar, harga kontrak di bursa berjangka justru menunjukkan adanya perilaku euforia yang mengerek harga si emas hitam.

Tren bullish harga minyak terjadi setelah Arab Saudi memutuskan untuk memangkas produksi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada Februari-Maret untuk mengkompensasi kenaikan produksi Rusia dan Kazakhstan.

"Euforia pasar minyak sangat kuat, tetapi indikator pasar dari Asia beragam," kata RBC Capital Markets kepada Reuters.

"China sebagai mesin pertumbuhan permintaan minyak global, sedang bergumul dengan wabah Covid-19 baru," tambahnya.

Impor minyak mentah ke China naik 7,3% pada tahun 2020, dengan rekor pengiriman yang tinggi di dua dari empat kuartal karena peningkatan aktivitas kilang dan rendahnya harga yang mendorong penimbunan.

Namun lonjakan kasus virus corona (Covid-19) membuat prospek pemulihan minyak agak terganggu. Setelah sekian lama mencatatkan kasus harian Covid-19 yang rendah, China kembali mengalami lonjakan kasus belakangan ini.

Pada Rabu lalu, Komisi Kesehatan Nasional melaporkan total 115 kasus baru yang dikonfirmasi di daratan, dibandingkan dengan 55 hari sebelumnya, peningkatan harian tertinggi sejak 30 Juli. Dikatakan 107 dari kasus baru adalah infeksi lokal.

Sebagian besar kasus baru dilaporkan di dekat ibu kota, Beijing, tetapi sebuah provinsi di timur laut jauh juga mengalami peningkatan infeksi. Hebei, provinsi yang mengelilingi Beijing, menyumbang 90 kasus, sementara provinsi Heilongjiang timur laut melaporkan 16 kasus baru.

Kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan membuat China kembali memutuskan untuk mengetatkan langkah-langkah pembatasan sosial. Setidaknya tiga kota di Provinsi Hebei yakni Shijiazhuang, Xingtai dan Langfang dikarantina (lockdown).

Sementara itu Beijing juga meningkatkan kewaspadaan melalui screening untuk mencegah terbentuknya klaster di wilayah tersebut. Gelombang infeksi kemungkinan akan meredam liburan Tahun Baru Imlek bulan depan, ketika ratusan juta orang biasanya melakukan perjalanan ke kota asal mereka.

Sentimen positif yang masih mampu menahan harga minyak dari koreksi adalah proposal stimulus senilai Rp 1,9 triliun yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Joseph 'Joe' Biden.

Presiden Joe Biden merilis Rencana Penyelamatan Amerika (American Rescue Plan), yang berisi perpanjangan tunjangan pengangguran US$ 400 per orang hingga September dan bantuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 1.400 per warga AS.

Selain itu, termasuk juga dana tambahan sebesar US$ 350 miliar untuk pemerintahan negara bagian, dana US$ 70 miliar untuk program vaksinasi Covid-19 dan tes masal, serta menaikkan upah minimum federal sebesar US$ 15 per jam.

"Ada kepedihan yang nyata menyelimuti ekonomi riil - mereka yang bergantung pada gaji, bukan investasi, untuk membayar tagihan dan kebutuhan pokok serta keperluan anak-anaknya," tutur Biden dalam pidato di Delaware sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis malam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh Makin Mahal, Harga Minyak Bisa ke US$ 70/barel

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular