Saham Teknologi Menahan Koreksi, Wall Street Dibuka Variatif

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
15 January 2021 21:53
Trader Peter Tuchman works on the floor of the New York Stock Exchange, (NYSE) in New York, U.S., April 27, 2018. REUTERS/Brendan McDermid
Foto: REUTERS/Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka variatif pada perdagangan Jumat (13/1/2021), mengindikasikan pelaku pasar memilih merealisasikan keuntungan di perdagangan terakhir Wall Street pekan ini.

Indeks Dow Jones Industrial Average surut 184,3 poin (-0,6%) pada pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) dan 20 menit kemudian membaik menjadi 120,7 poin (-0,39%) ke 30.870,82. S&P 500 melemah 9,8 poin (-0,26%) ke 3.785,71 dan Nasdaq yang berisi saham teknologi masih menguat 12,2 poin (+0,09%) ke 13.124,85.

Presiden terpilih Joe Biden, yang akan bertugas mulai 20 Januari, merilis Rencana Penyelamatan Amerika (American Rescue Plan), yang berisi perpanjangan tunjangan pengangguran US$ 400 per orang hingga September dan bantuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 1.400 per warga AS.

Selain itu, termasuk juga dana tambahan sebesar US$ 350 miliar untuk pemerintahan negara bagian, dana US$ 70 miliar untuk program vaksinasi Covid-19 dan tes masal, serta menaikkan upah minimum federal sebesar US$ 15 per jam.

"Ada kepedihan yang nyata menyelimuti ekonomi riil - mereka yang bergatung pada gaji, bukan investasi, untuk membayar tagihan dan kebutuhan pokok serta keperluan anak-anaknya," tutur Biden dalam pidato di Delaware sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis malam.

Pidato Biden itu diikuti koreksi saham teknologi yang sebelumnya diuntungkan dari pandemi dan kenaikan saham siklikal yang bakal diuntungkan dari pemulihan ekonomi. Stimulus kian diantisipasi setelah data pengangguran AS per Desember menunjukkan pemburukan.

Tom Essaye, pendiri The Sevens Report, menilai proposal tersebut disambut aksi jual menyambut konfirmasi berita (sell the news) karena pasar telah memfaktorkan kabar stimulus tersebut dalam pergerakan sebelumnya. Indeks S&P 500 menguat 9% dalam 3 bulan terakhir.

"Rencana stimulus bersejarah ke depan, kebijakan moneter longgar dan vaksin kini sudah diketahui luas, dan karenanya katalis tersebut tak lagi berpengaruh positif terhadap saham yang telah mereka miliki beberapa bulan lalu," ujarnya sebagaimana dikutip CNBC International.

Stimulus tambahan, yang berfokus pada perubahan iklim dan menggenjot infrastruktur bakal dirilis pada Februari. Savita menilai kebijakan tersebut akan semakin menekan saham-saham teknologi dan juga prospek pendapatan mereka.

Hanya saja, proposal Biden masih harus lolos di DPR dan Senat. Meski Partai Demokrat di atas kertas menguasai keduanya, tetapi tetap perlu dukungan dari dalam partai mereka sendiri. "Partai Biru" itu semula mendorong paket stimulus triliunan dolar sebelum menyepakati angka US$ 900 miliar pada Desember.

Investor memantau kinerja keuangan per Q4-2020 bank-bank besar. JPMorgan melaporkan laba bersih yang lebih baik dari ekspektasi pasar, tetapi sahamnya anjlok lebih dari 1%. Wells Fargo dan Citigroup juga melemah setelah mencatatkan kinerja lebih baik dari ekspektasi.

Sementara itu, Departemen Perdagangan AS mengumumkan bahwa penjualan ritel melemah 0,7% pada Desember, atau lebih buruk dari poling ekonom Dow Jones yang memperkirakan flat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Rilis Kinerja Nvidia, Nasdaq & S&P500 Tergelincir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular