Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (12/1/2021), melanjutkan kinerja negatif sejak Jumat pekan lalu. Indeks dolar AS yang bangkit dari level terlemah dalam nyaris 3 tahun terakhir sejak pekan lalu mulai mengendur, tetapi belum mampu dimanfaatkan rupiah untuk balik menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.090/US$. Setelahnya rupiah langsung merosot hingga 0,78% ke Rp 14.190/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.120/US$, melemah 0,28% di pasar spot.
Mata uang Asia bervariasi hari ini, sayangnya rupiah lagi-lagi menjadi yang terburuk di Asia. Hingga pukul 15:10 WIB, yuan China menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,26%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Melansir data Refinitiv, pada Rabu (6/1/2021), indeks dolar AS menyentuh level 89,209, terendah sejak Maret 2018. Tetapi di hari itu juga, indeks dolar AS bangkit dan membukukan penguatan 0,11%, dan berlanjut hingga Senin kemarin. Total penguatan selama 4 hari perdagangan tersebut sebesar 1,04%, dan pagi ini masih berlanjut naik 0,14% ke 90,591.
Indeks dolar AS, yang menjadi tolak ukur kekuatan mata uang Paman Sam masih pagi tadi sempat menguat 0,17% ke 90,617 yang membuat rupiah merosot hingga nyaris menyentuh Rp 14.200/US$. Namun semakin sore, indeks dolar mulai mengendur, hingga berbalik melemah 0,14%, yang membuat rupiah sukses memangkas pelemahan sementara beberapa mata uang utama Asia berbalik menguat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Masa Depan Dolar AS Masih Tanda Tanya
Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS. Dalam 6 hari terakhir hingga pagi ini, yield Treasury AS tenor 10 tahun sudah naik 23,76 basis poin ke 1,1546% yang merupakan level tertinggi sejak 24 Februari 2020, nyaris 1 tahun terakhir, atau sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menghantam dunia.
Kebangkitan dolar AS tersebut terjadi justru saat semakin banyak "dibuang" atau posisi short (jual) dolar AS yang diambil investor sedang mengalami peningkatan. Reuters melaporkan, berdasarkan data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC), pada pekan yang berakhir 5 Januari, posisi net short dolar AS mencapai US$ 30,57 miliar, naik dari pekan sebelumnya US$ 30,40 miliar.
Posisi net short dolar AS sendiri terjadi sejak pertengahan Maret 2020 lalu, yang pada akhirnya membawa indeks dolar AS jeblok. Data dari Refinitiv menunjukkan, sejak pertengahan Maret indeks dolar AS mencapai level puncak di 102,992, sementara posisi akhir tahun 2020 di 89,937, artinya mengalami kemerosotan lebih dari 12%.
Kemerosotan tersebut masih berlanjut hingga Rabu lalu sebelum akhirnya bangkit.
Kini, dengan bangkitnya indeks dolar AS dalam 4 hari terakhir, rilis data net short selanjutnya akan menentukan sentimen terhadap dolar AS. Jika net short kembali meningkat, akan menjadi indikasi dolar AS akan kembali merosot, sentimen pasar masih bearish. Sementara jika net short berkurang, artinya pelaku pasar mulai melihat potensi penguatan dolar AS ke depannya.
Patut diingat, faktor-faktor yang membuat dolar AS jeblok pada tahun lalu masih ada di tahun ini. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, dan suku bunga 0,25% tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023.
Kemudian, Presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden dengan Partai Demokrat juga diperkirakan akan menambah nilai stimulus fiskal.
Sehingga perekonomian AS masih akan banjir likuiditas, secara teori dolar AS masih akan tertekan.
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) kemarin sore memutuskan untuk memberikan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) pada CoronaVac, vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech. Dasarnya vaksin ini sudah memenuhi syarat. Salah satunya tingkat efikasi (kemanjuran).
Sebelum BPOM, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberi label halal dan suci untuk vaksin tersebut.
Dengan demikian, vaksinasi bisa segera dimulai. Meski prosesnya akan memakan waktu yang cukup panjang untuk agar vaksinasi di seluruh Indonesia selesai, tetapi harapan akan hidup berangsur-angsur normal kembali, yang bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA