
Sayang! Malaysia Tunda Biodiesel, Harga CPO Gagal ke RM 3.900

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Malaysia mengalami kenaikan tipis pada perdagangan hari ini, Jumat (8/1/2021). Harga CPO sempat menyentuh level RM 3.900 tetapi tak kuat tembus level psikologis tersebut dan berbalik arah.
Harga CPO yang sudah reli kencang memang rawan terkena aksi ambil untung (profit taking) oleh para trader. Harga kontrak CPO Maret 2021 di Bursa Malaysia Derivatif Exchange hari ini menguat tipis 0,13% dibanding level penutupan kemarin. Pada 11.15 WIB harga kontrak CPO yang aktif diperdagangkan tersebut berada di RM 3.822/ton.
Selain adanya aksi ambil untung, kenaikan harga CPO tertahan oleh penundaan implementasi biodiesel di Negeri Jiran.
Malaysia akan menunda peluncuran mandat biodiesel minyak sawit B20 secara nasional hingga awal 2022. Prioritas utama Malaysia saat ini adalah memulihkan ekonomi ekonomi yang telah terpukul oleh pandemi Covid-19.
Reuters melaporkan mandat untuk memproduksi biofuel dengan 20% komponen minyak sawit - dikenal sebagai B20 - untuk sektor transportasi pertama kali diluncurkan pada Januari tahun lalu, dan akan diterapkan sepenuhnya di seluruh negeri pada pertengahan Juni 2021.
"Secara nasional kami memprioritaskan rencana pemulihan ekonomi pasca Covid-19 pemerintah, yang lebih penting," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Industri dan Komoditas Perkebunan Ravi Muthayah.
Beralih ke dalam negeri, Indonesia juga telah mendorong kembali rencana untuk meningkatkan kandungan biodiesel berbasis minyak sawit menjadi 40% dan sebaliknya menaikkan pungutan ekspor untuk membiayai program B30 setelah pandemi memicu jatuhnya harga minyak mentah.
Di sisi lain harga minyak sawit yang sudah naik tinggi membuat selisih (spread) dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai. Hal ini harus diwaspadai karena bisa membuat konsumen beralih menggunakan minyak nabati yang lebih murah dengan kualitas yang lebih sesuai dengan selera dan minat.
Sementara itu sentimen yang masih mampu mengerek harga minyak sawit ke atas adalah prospek produksi yang turun akibat fenomena iklim La Nina. Pola La Nina yang terjadi di Asia Tenggara menimbulkan cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan banjir yang mempengaruhi aktivitas produksi.
Sebuah survei yang dilakukan Reuters memperkirakan stok akhir Desember akan jatuh ke level terendah dalam lebih dari 13 tahun di 1,22 juta ton. Pemicunya adalah produksi yang turun 11% dari bulan sebelumnya. Di saat yang sama, ekspor kemungkinan naik 15%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ckckck....Harga CPO Tembus Rekor Lagi, RM 3.400/ton