
"Death Cross" Dolar AS, Tanda Rupiah Bakal 'Kerasukan' Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 13.880/US$ pada perdagangan Selasa kemarin, meski Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa dan Bali kembali diketatkan mulai 11 Januari mendatang hingga 25 Januari.
"Mendagri akan buat edaran ke Pimpinan Daerah. Tadi sudah disampaikan oleh Presiden ke Gubernur seluruh Indonesia," kata Menko Perekonomian yang juga Ketua KPC-PEN Airlangga Hartarto, Rabu (6/1/2021).
Seperti sebelum-sebelumnya, PSBB yang lebih ketat akan berdampak pada terhambatnya laju pemulihan ekonomi Indonesia.
Namun, derasnya arus modal ke pasar keuangan Indonesia menjadi modal bagi rupiah untuk menguat. Arus modal ini terutama mengalir ke pasar obligasi pemerintah.
Per 30 Desember 2020, kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 973,91 triliun. Naik Rp 3,4 triliun dibandingkan posisi sebulan sebelumnya.
Ke depan, angka ini kemungkinan besar bakal semakin bertambah. Pasalnya, dua lembaga pemeringkat (rating agency) telah merilis peringkat utang untuk rencana penerbitan obligasi pemerintah dalam mata uang dolar AS dan euro.
Fitch Ratings memberi peringkat BBB dengan outlook stabil. Menurut Fitch, kondisi fundamental ekonomi Indonesia semakin membaik sehingga risiko gagal bayar (default) kian kecil.
Sedangkan Moody's Investor Services mengganjar rating Baa2 untuk obligasi pemerintah Indonesia dalam mata uang dolar AS dan euro. Seperti halnya Fitch, Moody's merasa fundamental ekonomi Tanah Air kian kuat.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR mendapat momentum penguatan setelah menembus ke bawah level psikologis Rp 14.000/US$ di pembukaan perdagangan 2021.
Tanda-tanda penguatan rupiah sudah terlihat sejak November 2020 lalu, setelahnya terjadi death cross alias perpotongan rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang berada di wilayah oversold berarti ada risiko koreksi rupiah.
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 13.900/US$, selama tertahan di bawahnya rupiah berpeluang kembali menguat ke Rp 13.855/US$ (level terkuat 4 Januari). Jika level tersebut ditembus, Mata Uang Garuda berpeluang menguat menuju Rp 14.800/US$.
Sementara itu jika resisten ditembus dan tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 13.930/US$ (level terlemah 4 Januari). Rupiah berisiko melemah lebih jauh jika Rp 13.930/US$ juga dilewati.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
