Bursa Saham Asia 2020: Korea Juara, Singapura Nelangsa

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
01 January 2021 15:40
A currency trader talks near the screens showing the Korea Composite Stock Price Index (KOSPI), right, and the foreign exchange rates at the foreign exchange dealing room in Seoul, South Korea, Wednesday, May 27, 2020. Major Asian stock markets have declined as US-Chinese tension over Hong Kong competes with optimism about recovery from the coronavirus pandemic. (AP Photo/Lee Jin-man)
Foto: Korea Composite Stock Price Index (KOSPI. (AP/Lee Jin-man)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 merupakan tahun yang tidak diperkirakan oleh banyak orang, seakan tak berkesan yang berarti di tahun 2020.

Wabah virus corona (Covid-19) meluluhlantakkan hampir segala aspek, baik kesehatan, sosial, bahkan perekonomian. Banyak negara yang tertatih-tatih dan akhirnya masuk ke dalam jurang resesi.

Hal ini juga berpengaruh kepada pergerakan bursa saham di kawasan Asia.

Berdasarkan grafik diatas, indeks utama Asia yang terbaik di tahun 2020 adalah KOSPI Korea Selatan (Korsel), dengan tumbuh sebesar 30,75% secara year to date (YTD). Adapun kinerja terburuk adalah indeks Straits Times Singapura yang terkoreksi hingga 11,76% pada tahun 2020.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di urutan keempat dari kelima indeks yang terkoreksi pada tahun 2020, sedangkan secara keseluruhan dari indeks utama Asia, IHSG berada di urutan kedelapan.

Hal ini karena Benua Kuning (Asia) adalah benua yang paling pertama dan terdampak dari pandemi virus Covid-19, di mana kasus pertama memang datang di China.

Walaupun jumlah kasus terjangkit di Korsel juga cukup parah, namun bursa saham Negeri Gingseng mampu bertahan. Alhasil tahun 2020, bursa saham Korsel menduduki posisi pertama yang berkinerja terbaik di tahun 2020.

Ketika mayoritas negara-negara lain mengalami resesi pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini, China justru bangkit dan mencatatkan pertumbuhan PDB yang positif.

Berbeda dengan India, Indonesia dan Thailand yang membutuhkan dorongan fundamental yang baik untuk bisa bangkit Kembali pasar keuangannya.

India misalnya, saat ini negara yang dipimpin oleh Narendra Modi tersebut menjadi salah satu negara dengan kasus Covid-19 terparah di dunia. Output perekonomian India mengalami kontraksi yang dalam pada kuartal kedua (-23% yoy) maupun kuartal ketiga (-7,5% yoy).

Hal serupa juga terjadi pada Thailand yang ekonominya nyungsep di saat Covid-19 melanda. Pada kuartal kedua pertumbuhan ekonomi Thailand tercatat minus 12,1% dan kemudian membaik pada kuartal ketiga meski masih minus 6,4%.

Ekonomi Thailand memang sangat terpuruk. Ketergantungan terhadap sektor pariwisata menjadi salah satu pemicunya. Maklum saat pandemi sektor ini menjadi sektor yang paling terpuruk.

Sementara itu nasib serupa juga dialami oleh Indonesia. Resesi dengan pertumbuhan PDB minus dua kuartal beruntun serta penanganan pandemi Covid-19 yang jauh dari kata optimal membuat investor masih agak jaga jarak dengan pasar keuangan RI.

Bank Indonesia (BI) dalam rilis terbarunya pada 18 Desember 2020 menyebut nonresiden di pasar keuangan domestik masih mencatatkan aksi jual neto sebesar Rp 140,01 triliun.

Namun dengan adanya sentimen positif dari kenaikan beberapa harga komoditas, seperti batu bara dan emas, pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik akibat adanya sentimen positif dari vaksin virus Covid-19, stimulus moneter dan fiskal Amerika Serikat (AS), dan hasil pilpres AS membuat arus investasi inflow asing ke pasar keuangan domestik sempat mencetak rekornya dan membuat IHSG bangkit pada kuartal ketiga dan keempat pada tahun 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tunggu Hasil Rapat Fed, Bursa Asia Kompak Melesat!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular