
Jokowi Bakal Umumkan Menteri Baru, Rupiah Menunggu

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Pelaku pasar (dan seluruh dunia) dibuat cemas oleh varian baru virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang disebut-sebut lebih menular.
Pada Selasa (22/12/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.100 kala pembukaan pasar spot. Sama persis posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun tidak lama kemudian rupiah langsung melemah. Pada pukul 09:12 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.120 di mana rupiah melemah 0,14%.
Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,14% ke Rp 14.100/US$. Mata uang Tanah Air melanjutkan tren pelemahan yang sudah terjadi sejak pekan lalu.
Kali ini, depresiasi rupiah disebabkan oleh keengganan investor untuk mengambil risiko. Ini sudah terlihat di bursa saham New York.
Dini hari tadi waktu Indonesia, Wall Street ditutup variatif cenderung melemah. Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite turun masing-masing 0,39% dan 0,1%, tetapi Dow Jones Industrial Average (DJIA) masih mampu menguat teratas 0,12%.
"Sepertinya Santa Rally masih harus menunggu. Perkembangan pandemi virus corona di Inggris menyadarkan pasar bahwa ini belum selesai. Ke depan, jalan masih bergelombang dan tidak pasti," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Weatlh Advisors yang berbasis di New York, seperti diwartakan Reuters.
Saat ini Inggris tengah menjadi sorotan dunia. Negeri Big Ben ditengarai sedang diserang oleh virus corona jenis baru yang 70% lebih mudah menular ketimbang sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah terpaksa mengetatkan pembatasan sosial (social distancing) mengingat ada potensi kerumunan dan kumpul-kumpul perayaan Hari Natal-Tahun Baru.
"Kita harus memastikan vaksinasi terus berjalan sehingga membuat masyarakat aman. Mengingat cepatnya penyebaran virus corona varian baru ini, akan sulit untuk mengendalikannya sampai seluruh masyarakat menerima vaksin," kata Matt Hancock, Menteri Kesehatan Inggris, seperti dikutip dari Reuters.
