Obligasi Pemerintah Terkoreksi, tapi SBN 10 Tahun Tembus 5%

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
18 December 2020 17:55
Business concept. Business people discussing the charts and graphs showing the results of their successful teamwork. Selective focus.
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah Indonesia bergerak variatif pada perdagangan Jumat (18/12/2020), dengan obligasi tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar sukses melemah meninggalkan level psikologis 6%.

Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) seri FR0082 tersebut melemah hingga meninggalkan level psikologis 6%, dengan bertengger pada level 5,976%. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 24 Mei 2013, yang saat itu sebesar 5,87%.

Sebagai perbandingan, yield SBN seri tersebut akhir tahun lalu berada di level 7,098%. Dalam sehari ini, yield obligasi pemerintah yang menjadi acuan di pasar tersebut melemah 3,1 basis poin (bp).

Imbal hasil bergerak berlawanan dari harga, sehingga penguatan yield mengindikasikan harga surat utang yang melemah. Demikian juga sebaiknya. Penghitungan imbal hasil menggunakan acuan basis poin (bp), yang setara dengan 1/100.

Obligasi pemerintah lainnya yang menguat adalah FR0083. SBN yang berjatuh tempo 20 tahun ini mengalami penurunan yield sebesar 10,1 bp ke 6,505%. Pelemahan yield SBN 10 tahun hingga menembus level psikologis baru ini terjadi setelah SBN tenor 30 tahun turun ke level 6%.

Namun pada hari ini, SBN 30 tahun mengalami koreksi harga, yang terlihat dari kenaikan yield sebesar 5,5 bp. Koreksi terjadi bersamaan dengan mayoritas SBN, yang mengindikasikan adanya aksi ambil untung jelang libur akhir pekan.

Aksi ambil untung di bursa obligasi terjadi bersamaan dengan aksi serupa di bursa saham yang memicu koreksi IHSG sebesar 0,15% atau 9 poin ke 6.104,324. Pelaku pasar menggunakan momentum pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta sebagai alasan untuk melakukan aksi jual.

Pelaku usaha hingga perkantoran hanya boleh dilakukan hingga pukul 19.00 WIB dengan kapasitas jumlah orang yang berada di kantor maksimal 50%. Begitu juga untuk pusat perbelanjaan, kafe, restoran hingga tempat wisata maksimal pengunjung hanya boleh 50%.

Aturan tersebut dikhawatirkan menekan perekonomian akhir tahun di tengah perayaan Natal dan Tahun Baru, yang secara historis dikenal sebagai momen terjadinya pertumbuhan konsumsi terbesar nasional kedua setelah Puasa dan Lebaran.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular