
Investor Berjaga-jaga, Yield SBN Jangka Pendek Ikut Tertekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah Indonesia terus menguat pada perdagangan Selasa (15/12/2020), meski imbal hasil (yield) dua obligasi bertenor panjang naik yang mengindikasikan adanya aksi jual terhadap keduanya.
Imbal hasil bergerak berlawanan dari harga, sehingga penguatan yield mengindikasikan harga surat utang yang melemah. Demikian juga sebaliknya. Penghitungan imbal hasil menggunakan acuan basis poin (bp), yang setara dengan 1/100.
Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun yang menjadi acuan di pasar turun 3,5 bp ke 6,125%, dari posisi akhir pekan lalu 6,182%. Jika dibandingkan dengan imbal hasil (yield) akhir tahun lalu yang di level 7,098%, yield penutupan hari ini masih lebih rendah.
Kali ini, semua obligasi bertenor pendek (di bawah 10 tahun) mencetak pelemahan imbal hasil setelah sepanjang pekan menguat. Dua obligasi tenor panjang yang yield-nya naik adalah SBN tenor 20 dan 25 tahun yang mencetak kenaikan yield masing-masing sebesar 0,8 bp dan 0,1 bp.
Pergerakan obligasi tenor pendek yang akhirnya mencetak kenaikan harga mengindikasikan bahwa sebagian pelaku pasar mulai was-was dengan risiko jangka pendek, sehingga mulai mengurangi eksposur di aset pendapatan tetap bertenor panjang dan sebaliknya menaikkan kepemilikan di aset bertenor pendek.
Koreksi yang menimpa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sebesar 2,4 poin ke 6.010,128 mengindikasikan bahwa aksi beli obligasi tenor pendek ini bukan sekadar alih posisi (switching) antar SBN, melainkan karena dipacu likuiditas tambahan di luar pasar SBN.
Ketika ekonomi membaik, obligasi jangka pendek yang membagikan keuntungan lebih rendah, yakni antara 3-5%, menjadi kurang menarik dan investor memburu obligasi jangka panjang yang imbal hasilnya mencapai 6-7%.
Penguatan harga obligasi jangka pendek umumnya terjadi ketika investor merasa kurang percaya diri melihat prospek ekonomi jangka panjang, sehingga rela membeli surat utang berjatuh tempo singkat agar tidak terkena eksposur jangka panjang dari pelemahan ekonomi.
Saat ini, pemerintah di berbagai negara (Jerman, Belanda, dan termasuk Indonesia) berencana untuk meningkatkan restriksi masyarakat ketika perayaan Natal dan Tahun Baru. Langkah itu diambil guna mengendalikan gelombang kedua penyebaran virus Covid-19.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Asing Berpeluang Banjiri Pasar SBN di 2021