Kasus Covid-19 Meledak, Rupiah Akhiri Reli 9 Pekan Beruntun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 December 2020 15:59
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (4/12/2020). Meski demikian, sepanjang pekan ini rupiah membukukan pelemahan, mengakhiri kinerja impresif tidak pernah melemah dalam 9 pekan terakhir. Selama periode tersebut, rupiah membukukan penguatan 8 pekan dan sepekan stagnan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.100/US$. Setelahnya rupiah sempat melemah 0,28% ke Rp 14.140/US$, tetapi tidak lama Mata Uang Garuda kembali stagnan nyaris sepanjang perdagangan.

1 jam sebelum perdagangan berakhir, rupiah akhirnya masuk ke zona hijau, dan menutup perdagangan di level Rp 14.085/US$, menguat 0,11%.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada perdagangan hari ini, yang menjadi indikasi dolar AS sedang dalam tekanan.

Hingga pukul 15:07 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik dengan penguatan 0,79%. 

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Rupiah meski menguat pada perdagangan hari ini, tetapi dalam sepekan Mata Uang Garuda membukukan pelemahan 0,11%. Sejak awal pekan rupiah sudah mengalami tekanan akibat lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19). Pada hari Minggu lalu, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencatat rekor penambahan harian terbanyak 6.267 orang.

Rekor tersebut pecah lagi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kasus baru Covid-19 yang dilaporkan kemarin bertambah sebanyak 8.363. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, bahkan mengatakan penambahan kasus tersebut tidak bisa ditoleransi.

"Kita bisa melihat dalam beberapa hari terakhir kita mencatatkan rekor-rekor baru. Sebelumnya kita belum pernah mencapai di atas 5.000, tapi sayangnya kasus positif semakin meningkat bahkan per hari ini menembus lebih dari 8.000 kasus. Ini angka yang sangat besar dan tidak bisa ditolerir," ujar Prof Wiku, dalam konferensi pers Kamis (3/12/2020).

Akibatnya, pelaku pasar cemas akan kemungkinan diterapkannya kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ketat, dan menghambat pemulihan ekonomi.

Di sisi lain, dolar AS juga merosot akibat ekspektasi cairnya stimulus fiskal di Negeri Paman Sam.

Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam terus menurun, dalam 3 hari terakhir merosot 1,26% dan berlanjut 0,07% siang ini.

Dalam keterangan tertulis, Ketua House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk kongres) Nancy Pelosi mengatakan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan mengkaji proposal stimulus fiskal yang diajukan kubu Partai Demokrat. Salah satunya adalah pemberian vaksin anti-virus corona harus gratis dan bisa dinikmati oleh siapa saja.

Selain itu, Pelosi dan Pemimpin Partai Minoritas di Senat, Chuck Schumer mendukung paket stimulus fiskal senilai US$ 908 miliar. Ini siap digolkan oleh kedua partai politik mayoritas di AS untuk menyokong bisnis kecil dan pengangguran di AS.

Keputusan stimulus harus cepat, karena tenggat waktu pengesahan anggaran tahun fiskal 2021 adalah 11 Desember 2020.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis 17 Desember dini hari WIB.

Ada peluang The Fed akan menambah stimulus moneternya dengan meningkatkan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE).

Saat stimulus fiskal atau moneter tersebut cair, maka jumlah uang yang beredar tentunya akan semakin banyak, secara teori dolar AS akan melemah.
Selain itu, vaksin virus corona juga membuat dolar AS tertekan.

Citigroup memprediksi di tahun 2021, ketika vaksin virus corona didistribusikan dan perekonomian global mulai bangkit, maka dolar AS akan ambrol 20%. Citigroup mengatakan ada banyak alasan untuk optimistis dari pengembangan vaksin saat ini, dan ketika didistribusikan ke masyarakat akan menjadi awal penurunan dolar AS

"Kami percaya distribusi vaksin akan memenuhi semua tanda-tanda periode penurunan (bear market), dolar AS akan mengikuti pola sama yang terjadi pada pertengahan 2.000an, ketika memulai tren melemah yang berlangsung selama bertahun-tahun," kata ahli strategi Citigroup dalam sebuah laporan yang dikutip Bloomberg beberapa pekan lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular