Ikan Hiu Makan Tomat! RI Resesi, Rupiah: Bodo Amat...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 November 2020 09:08
Ilustrasi Dollar
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/M Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Meski nanti Badan Pusat Statistik (BPS) kemungkinan akan mengumumkan bahwa Indonesia masuk jurang resesi, tetapi rupiah tidak peduli.

Pada Kamis (5/11/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.370 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat tajam 1,1% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Bahkan penguatan rupiah semakin sangar. Pada pukul 09:02 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.350 di mana rupiah menguat 1,31%.

Hari ini pada pukul 11:00 WIB, BPS akan merilis data pertumbuhan ekonomi nasional periode kuartal III-2020. Kemungkinan besar, hampir pasti, Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air akan kembali tumbuh negatif.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Juli-September 2020 adalah -3,13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengatakan PDB kuartal III-2020 akan terkontraksi (tumbuh negatif) di kisaran 3%.

Pada kuartal II-2020, PDB Indonesia sudah tumbuh negatif -5,32%. Artinya, Indonesia akan membukukan kontraksi ekonomi dalam dua kuartal beruntun. Ini adalah definisi dari resesi.

Lho, bukankah resesi ekonomi adalah sentimen negatif bagi pasar keuangan Indonesia? Mengapa rupiah masih saja menguat?

Well, data seperti PDB, inflasi, ekspor-impor, dan sebagainya berjenis kelamin lagging indicators. Baru ketahuan setelah periodenya berakhir. Sekarang sudah November, sudah kuartal IV-2020, eh data pertumbuhan ekonomi kuartal lalu baru didapat hari ini. Basi, madingnya sudah terbit!

Oleh karena itu, mungkin pasar akan bereaksi terhadap data pertumbuhan ekonomi. Namun tidak akan lama, investor akan lebih memilih untuk menatap masa depan, bagaimana prospek ekonomi kuartal IV-2020.

Sepertinya prospeknya lumayan cerah. Satu, aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) pada Oktober naik dibandingkan September. Dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai pertengahan Oktober lalu, PMI berpeluang naik pada November dan Desember.

Dua, ada harapan rupiah bisa melanjutkan tren penguatan. Dalam sebulan terakhir, mata uang Ibu Pertiwi memang sudah menguat 1,68% di hadapan greenback. Namun dengan tren suku bunga rendah di Negeri Paman Sam, arus modal asing akan memilih keluar dan hinggap ke negara-negara yang bisa memberi cuan gede, salah satunya Indonesia.

Tiga, pemerintah sudah memutuskan untuk menggeser libur Idul Fitri menjadi akhir tahun karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Jadi pada akhir tahun ini, libur lebaran juga akan menjadi mendongkrak konsumsi masyarakat selain yang datang dari perayaan Hari Natal dan Tahun Baru.

Empat, belanja pemerintah biasanya sedang kencang-kencangnya pada kuartal IV. Ini adalah penyakit lama yang belum sembuh sampai sekarang, realisasi anggaran masih saja harus dikebut jelang akhir tahun. Namun setidaknya dapat memberi dorongan ekstra terhadap pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, wajar kalau berita resesi ekonomi Indonesia tidak terlampau menghambat lanjut rupiah. Sebab data yang nanti diumumkan sejatinya sudah basi, hanya sekedar pengesahan, pembubuhan stempel bahwa Indonesia sudah masuk zona resesi. Sesuatu yang sebenarnya sudah diketahui sejak berbulan-bulan lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular