Round Up Sepekan

Ekonomi Global Kian tak Pasti, Harga SBN Cuma Menguat Tipis

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
01 November 2020 17:10
harga obligasi
Foto: Ilustrasi transaksi obligasi (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah Indonesia sepanjang dua hari perdagangan pekan ini menguat, sebagaimana terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) yang melemah sebesar 0,3%.

Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun yang menjadi acuan di pasar tercatat melemah menjadi 6,609% dari posisi akhir pekan lalu sebesar 6,629%. Imbal hasil bergerak berlawanan arah dengan harga, sehingga koreksi yield mengindikasikan harga surat utang yang menguat.

Penguatan harga terjadi di tengah kian kaburnya ekspektasi pemulihan ekonomi nasional, menyusul belum jelasnya hasil pengembangan vaksin di beberapa negara, yang justru berujung pada kontra-indikasi seperti yang terjadi di Korea Selatan (Korsel).

PERIODE

FR0082 (%)

23/10/2020

6,629

26/10/2020

6,611

27/10/2020

6,609

Kekhawatiran berlakunya kembali karantina wilayah (lockdown) di beberapa negara utama Eropa dan beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran bahwa ekonomi bakal kembali memburuk, dan pemulihan bakal tertunda.

Akibatnya, pelaku pasar cenderung memborong aset pendapatan tetap yang membagikan keuntungan lebih pasti dengan risiko yang terbatas, seperti obligasi pemerintah. Ini merupakan bagian dari upaya penghindaran risiko (risk aversion) di pasar modal.

"Kami masih memperkirakan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun bergerak menuju proyeksi imbal dengan kisaran yang lebih rendah sebesar 6,5%, dan kemungkinan tercapai lebih dini sebelum akhir tahun," tulis Grup Mandiri dalam laporan riset terbarunya.

Berdasarkan model penghitungan yield yang dibuat, mereka menilai imbal hasil sekarang masih lebih tinggi dibandingkan dengan kalkulasi nilai wajarnya sebesar 6%, dengan standar deviasi 2,1 dari reratanya dan menunjukkan potensi penguatan lanjutan.

Mandiri memperkirakan tantangan pasar SBN ke depan adalah rencana pemerintah untuk memperlebar defisit anggaran sebesar 5,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang bisa berujung pada kenaikan kebutuhan pembiayaan hingga Rp 1.245 triliun.

Pada 2020, bank asing dan Bank Indonesia (BI) menjadi pembeli terbesar obligasi pemerintah, dengan porsi masing-masing sebesar Rp 267,6 triliun dan Rp 262,7 triliun, menyusul kebijakan bank sentral untuk menurunkan cadangan giro wajib minimum (GWM) sebesar 2 persen poin.

Kebijakan itu berujung pada likuiditas berlebih sebesar Rp 102 triliun di industri perbankan, yang kemudian digunakan untuk menyerap obligasi pemerintah.

TIM RISET CNBC INONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular