
Wall Street Melemah? Bodo Amat, Rupiah Mau Lewat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun sepertinya mata uang Tanah Air agak sulit menguat tajam, karena ada sentimen yang membebani.
Pada Kamis (15/10/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.670 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Akan tetapi, sulit berharap rupiah bisa menguat signifikan karena risk appetite di pasar sedang rendah. Ini sudah terlihat dini hari tadi saat penutupan bursa saham New York. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,58% ke 28.514, S&P 500 terkoreksi 0,66% menjadi 3.488,67, dan Nasdaq Composite berkurang 0,8% ke 11.768,73.
Investor kecewa dengan perkembangan terbaru pembahasan stimulus fiskal di Negeri Adidaya. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan sepertinya kesepakatan paket stimulus sulit untuk diwujudkan sebelum pemilihan presiden (pilpres) yang akan dihelat awal November mendatang.
"Untuk saat ini saya bisa bilang menyepakati sesuatu sebelum pilpres dan melaksanakannya akan sulit. Namun kami akan terus mencoba untuk mengatasi masalah ini," kata Mnuchin dalam acara Milken Institute Global Conference di Washington, seperti dikutip dari Reuters.
Kemarin, Nancy Pelosi (Ketua House of Representatives, salam satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) menolak proposal paket stimulus bernilai US$ 1,8 triliun yang diajukan Gedung Putih. Angka tersebut masih di bawah usulan Partai Demokrat yaitu US$ 2,2 triliun.
Drew Hammill, Juru Bicara Pelosi, mengatakan kedua pihak sudah melakukan dialog tetapi belum mencapai kesepakatan. Mnuchin dan Pelosi dijadwalkan kembali berdialog pada Kamis waktu Washington.
"Pekan lalu, optimisme terbang tinggi seperti roket tetapi sekarang jatuh ke bumi. Namun saya rasa secara garis besar sudah ada kesamaan pandangan dari pemerintah dan Kongres soal stimulus, tinggal mengurus hal-hal detail dan kapan pelaksanaannya," kata Mike Zigmont, Head of Trading and Research di Harvest Volatility Management yang berbasis di New York, seperti diwartakan Reuters.
Sedangkan sentimen yang mendorong penguatan rupiah adalah ekspektasi pasar akan data perdagangan internasional yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pada September 2020, ekspor terkontraksi atau tumbuh negatif nyaris 8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Sementara impor diperkirakan ambles 25,15% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 2,06 miliar.
Jika sesuai dengan ekspektasi, maka surplus perdagangan sepanjang kuartal III-2020 tidak main-main. Angkanya mencapai lebih dari US$ 7 miliar.
Tingginya surplus neraca perdagangan membuat transaksi berjalan Indonesia kemungkinan bisa surplus pada kuartal III-2020. Kalau terwujud, maka akan menjadi surplus pertama sejak 2011.
Artinya, pasokan valas di perekonomian domestik sudah tidak lagi mengandalkan investasi portofolio di sektor keuangan (hot money). Ketersediaan devisa ditopang oleh aktivitas ekspor-impor barang dan jasa, yang lebih berjangka panjang dan tidak mudah keluar-masuk seperti si uang panas.
Ditopang oleh devisa yang stabil, fondasi penahan rupiah akan lebih kokoh. Rupiah menjadi relatif lebih aman dari guncangan eksternal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini
