Tak Ada Isu Kering, Bos BI Klaim Sebar Likuiditas Rp 666 T

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
09 October 2020 16:09
Live Streaming Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Agustus 2020 Cakupan Triwulanan.(Dok: Tangkapan layar Bank Indonesia)
Foto: Live Streaming Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Agustus 2020 Cakupan Triwulanan.(Dok: Tangkapan layar Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai relaksasi perbankan, dalam upaya penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Saat ini likuiditas di perbankan dinilai sudah lebih dari cukup.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pihaknya telah menambah likuiditas atau quantitative easing di perbankan, sampai saat ini telah mencapai Rp 666 triliun.

Adapun injeksi likuiditas yang sebesar Rp 666 triliun telah meningkat Rp 4 triliun jika dibandingkan data hingga 28 September 2020 yang tercatat sebesar Rp 662,1 triliun.

"Likuiditas telah mencapai Rp 666 triliun. Sehingga likuidasi di perbankan lebih dari cukup. Insya Allah akan bisa ke depannya mempercepat penyaluran kredit," ujer Perry adalah sebuah webinar, Jumat (9/10/2020).

Kendati demikian, Perry tidak menjelaskan, dari mana saja asalnya quantitative yang sudah dilakukan BI tersebut.

Seperti diketahui, biasanya injeksi likuiditas dilakukan melalui pembelian surat berharga nasional (SBN) dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan dengan mekanisme term-repurchase agreement (repo), dan penurunan giro wajib minimum (GWM).

"Kami longgarkan berbagai pengaturan makroprudensial terkait uang muka dan kemudahan salurkan kredit. Kami juga lakukan penyediaan pendanaan dan berbagai beban dengan pemerintah untuk pembiayaan APBN 2020, sehingga pemerintah bisa fokus realisasikan anggaran dan sebagian anggaran disediakan oleh BI," tuturnya.

Dengan adanya tambahan likuiditas tersebut, Perry berharap dapat mendorong penurunan suku bunga, sehingga kondusif bagi pembiayaan perekonomian. Dan penyaluran kreditnya bisa berjalan dengan cepat.

Di samping itu, percepatan stimulus fiskal dan pembukaan di beberapa sektor industri dinilai dapat mendorong permintaan kredit. Dengan catatan, dalam menjalankan usaha industrinya tetap dengan menjalankan protokol kesehatan.

Perry Warjiyo menyampaikan ada 17 sektor usaha produktif yang telah diidentifikasi pemerintah bisa dibuka secara bertahap dan aman di tengah pandemi Covid-19.

Perry memaparkan, sektor-sektor tersebut di antaranya sektor pertanian, tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, serta basis ekonomi kerakyatan. Serta sektor informasi dan komunikasi, jasa keuangan, peternakan, pertambangan, termasuk administrasi pemerintah di pusat dan daerah, dan masih ada beberapa sektor lainnya.

Perry juga memandang sektor perdagangan dan restoran juga memiliki potensi dalam mendorong pemulihan ekonomi, namun diperlukan protokol Covid-19 yang lebih ketat.

"Perlu dilihat UMKM yang produktif dan aman, mulai bertahap dibuka dengan protokol Covid-19, jadi aktivitas ekonomi semakin kuat, mobilitas kuat dengan protokol Covid-19," ujarnya.




(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gubernur BI Yakin Ekonomi RI Tangguh, Ini Buktinya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular