
Investor Lepas Saham, Obligasi Pemerintah Cenderung Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) pada perdagangan Jumat (2/10/2020) ditutup bervariasi mayoritas menguat, di tengah koreksi bursa saham menyusul kabar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump positif Covid-19.
Mayoritas SBN ramai dikoleksi oleh investor pada hari ini, kecuali SBN tenor 5 tahun dan 15 tahun yang cenderung dilepas investor.
Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami pelemahan yield, namun tidak untuk SBN tenor 5 tahun yang mencatatkan penguatan yield 3,8 basis poin ke level 5,783% dan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun yang naik 0,6 basis poin ke 7,425.
Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara melemah 1,4 basis poin ke level 6,922% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga pelemahan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pelemahan yield terbesar tercatat di SBN dengan tenor 1 tahun yang turun 22,3 basis poin ke level 3,726%. Sebaliknya, pelemahan yield terkecil terjadi pada SBN berjatuh tempo 30 tahun yang turun 0,3 basis poin ke 7,452%.
Kabar mengejutkan datang dari AS, di mana Presiden AS Donald Trump terkonfirmasi positif terjangkit virus corona (Covid-19). Hal ini diutarakan olehnya melalui twitter pribadinya. "Malam ini, Saya dan First Lady positif virus corona. Kami akan akan bisa melewatinya BERSAMA-SAMA!" Ujar Trump melalui akun twitternya @RealDonaldTrump.
Merespons hal ini indeks kontrak berjangka Dow Futures langsung ambruk hingga hampir 500 poin. Tercatat Dow Futures saat ini ambruk 1,30% setelah sebelumnya anjlok ke level terendahnya 1,98%. Pemodal pun memilih berinvestasi ke aset yang lebih aman seperti obligasi negara untuk menghindari risiko.
Sentimen dari dalam negeri yang membuat obligasi diburu adalah data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada September terjadi deflasi 0,05%, meskipun survei dari Bank Indonesia memprediksikan inflasi 0,05% dan konsensus juga menargetkan hal yang sama.
Hal ini artinya selama kuartal ketiga tahun 2020, Indonesia terus-terusan mengalami deflasi yang mengindikasikan adanya masalah daya beli masyarakat dan mengkonfirmasi bahwa memang Indonesia sudah sangat dekat dengan jurang resesi.
Inflasi yang rendah, dan bahkan deflasi, membuat aset pendapatan tetap seperti obligasi negara menjadi lebih menarik karena keuntungan riil (real return) dari imbal hasilnya pun terhitung lebih tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%