Saham Farmasi Meroket, Sudah Ketinggalan atau Saatnya Serok?

Tri Putra, CNBC Indonesia
28 September 2020 06:50
Presiden Joko Widodo tiba di PT Bio Farma (Persero) Bandung untuk meninjau fasilitas produksi dan pengemasan Vaksin COVID-19, Selasa 11 Agustus 2020 pukul 09.45 WIB. (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Jokowi tiba di PT Bio Farma (Persero) Bandung untuk meninjau fasilitas produksi dan pengemasan Vaksin COVID-19, Selasa 11 Agustus 2020 pukul 09.45 WIB. (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham dua anak usaha PT Bio Farma (Persero), PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan saham-saham farmasi lain melesat pada perdagangan Jumat akhir pekan kemarin (25/9/20).

Kenaikan ini setelah kabar media China, bahwa kandidat vaksin corona Sinovac diklaim oleh Tiongkok lolos uji coba Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan siap edar awal tahun depan.

Pergerakan Harga Saham Farmasi 25 September

Dapat dilihat dari tabel di atas, harga saham INAF melesat menyentuh level Auto Reject Atas (ARA) 24,89% ke level harga Rp 2.910/saham sedangkan KAEF terbang 24,68% ke level harga Rp 2.880/saham.

Kepemilikan Bio Farma di saham KAEF sebesar 90,03% dan sisanya 9,97% publik, sedangkan kepemilikan Bio Farma di saham INAF sebesar 80,68%, 13,91% dimiliki oleh PT Asabri (Persero), sisanya 5,4% dimiliki oleh publik.

Sedangkan cucu usaha Bio Farma yakni PT Phapros Tbk (PEHA) juga terbang ke level ARA 24,79% di harga Rp 1.460/saham.

Untuk saham farmasi berkapitalisasi pasar terbesar di bursa yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) hanya mampu naik 4,29% di angka Rp 1.520/unit.

Selain saham-saham farmasi yang melesat, emiten jarum suntik PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) yang sudah menjalin kerja sama distribusi dengan Bio Farma dan produknya penting dalam distribusi vaksin juga berhasil menghijau 4,64% di angka Rp 790/saham.

Harga 5 Saham Farmasi Sepekan (21-25 Sept)

 

Saham

Rp

1 Pekan (%)

Ytd (%)

IRRA

790

27,42

21,54

PEHA

1.460

6,57

35,81

KLBF

1.850

2,27

-2,47

INAF

2.910

1,75

234,48

KAEF

2.880

1,41

130,40

Sumber: BEI

Pertanyaan yang muncul di kalangan para pelaku pasar tentunya adalah apakah ini saat yang tepat untuk masuk ke saham-saham tersebut atau kenaikan ini sudah terlalu tinggi.

Well, jawabanya tentu saja tergantung timeframe masing-masing investor.

Apabila investor ingin melakukan swing trade atau medium-term investor di mana investor berniat menjual kembali saham yang dibeli dalam rentang waktu mingguan hingga bulanan maka emiten yang masih layak untuk diperhatikan adalah IRRA.

Hal ini karena dibandingkan dengan saham-saham farmasi lain, saham IRRA belum melesat terlalu tinggi pada perdagangan Jumat lalu sehingga potensi upside untuk perdagangan hari selanjutnya masih terbuka.

Selain sentimen secara umum, yakni diperlukannya jarum suntik untuk memberikan vaksin, IRRA juga didukung oleh sentimen eksternal lain yakni rencana emiten untuk mengakuisisi produsen jarum suntik terbesar di Indonesia yakni PT Oneject Indonesia.

Perusahaan yang terfokus pada produksi Auto Disable Syringes (AD) ini memiliki pangsa pasar mencapai 90% di Tanah Air.

Laba bersih IRRA juga masih akan melesat pada kuartal ketiga dan keempat tahun 2020 mengingat salah satu sumber pendapatan terbesar IRRA datang dari tender-tender dengan pemerintah yang biasanya muncul pada kuartal ketiga dan keempat.

Di tambah kabar mengenai IRRA yang akan bekerja sama dengan Bio Farma dalam mendistribusikan vaksin corona ke penjuru Tanah Air, maka layak apabila investor mencermati pergerakan saham IRRA dalan beberapa hari ke depan.

Tentu saja, tulisan ini tidak bermaksud meminta Anda membeli saham IRRA lantaran ini hanya analisis semata.

Akan tetapi apabila investor hanya ingin bertransaksi dalam jangka harian saja alias day trade maka tentunya emiten-emiten yang melesat 'tidak wajar' ini seperti KAEF, INAF, dan PEHA masih menarik untuk di pantau karena secara historis biasanya emiten-emiten ini bisa melesat menyentuh level ARA selama beberapa kali.

Meskipun menarik untuk di trading-kan secara harian, emiten-emiten farmasi seperti KAEF dan INAF kurang menarik untuk disimpan dalam jangka menengah hingga jangka panjang karena secara historis setelah melesat tinggi maka selanjutnya saham-saham ini juga akan anjlok parah secara tidak wajar.

Selain itu saham-saham ini memiliki valuasi yang tidak lagi bisa dibilang murah, catat saja PER (price earnings ratio) KAEF berada di angka 169 kali bahkan INAF masih belum mampu membukukan laba bersih pada tahun 2020 ini.

Secara year to date atau tahun berjalan, duet KAEF-INAF memang memberikan cuan di atas 100%.

Sentimen kuat bagi saham-saham farmasi ialah berita soal media China yang mengklaim WHO sudah menyetujui vaksin buatan negara itu.

Bahkan, media resmi negara itu CGTV memuat headline "Vaksin Covid-19 China terbukti berhasil dalam uji coba klinis: WHO".

Media itu mengambil potongan pernyataan konferensi pers dari seorang petinggi WHO Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO.

Dalam laporan media itu Swaminathan dikutip mengatakan bahwa WHO akan membantu mendistribusikan vaksin.

"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja untuk memastikan akses yang adil terhadap vaksin Covid-19 secara global, percaya bahwa ini adalah cara tercepat untuk mengakhiri pandemi dan mempercepat pemulihan ekonomi global." kata Swaminathan, sebagaimana dilaporkan CGTV, Rabu (23/9/2020).

"Vaksin China dapat membantu mewujudkan tujuan itu dalam waktu dekat karena beberapa vaksin telah terbukti berhasil dalam uji klinis."

Sementara itu, dari cuplikan video yang dimuat di media itu, Swaminathan dikutip menyatakan bahwa China memiliki sejumlah vaksin corona yang terbukti sukses dalam uji klinis.

"Mereka juga memiliki program pengembangan vaksin yang sangat aktif dan beberapa kandidat vaksin mereka sedang dalam tahap uji klinis lanjutan. Inilah yang menarik bagi kami.

"Kami mengikuti mereka dengan sangat cermat. Beberapa dari kandidat [vaksin] mereka benar-benar terbukti berhasil dalam uji klinis yang sedang berlangsung." katanya dalam video berdurasi 22 detik itu.

CNBC Indonesia telah menghubungi WHO terkait hal ini, namun belum mendapat respons.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular