
Sudah 3 Hari Ditekan, Rupiah Melawan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Maklum, rupiah dalam tiga hari terakhir sudah melemah lumayan dalam.
Pada Jumat (4/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.700 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,41% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,14% di hadapan dolar AS. Sehari sebelumnya, rupiah anjlok 1,2%. Sebelumnya lagi, rupiah terdepresiasi 0,03%.
Jadi depresiasi rupiah dalam dua hari terakhir mencapai 1,37%. Lumayan parah juga...
Oleh karena itu, rupiah punya peluang untuk mencatatkan technical rebound. Rupiah yang sudah 'murah' akan mendorong minat investor untuk melakukan aksi borong.
Seperti rupiah, dolar AS sedang menikmati technical rebound karena sudah lumayan lama tertekan. Pada pukul 07:53 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,06%.
Dalam tiga bulan terakhir, Dollar Index sudah terkoreksi 4,31%. Sementara secara year-to-date, pelemahannya adalah 3,77%.
"Saat ini Anda boleh 'bertaruh' dolar AS akan rebound. Mata uang ini sudah terlalu lama bergerak ke bawah," ujar Jason Wong, Senior Market Strategist BNZ, seperti dikutip dari Reuters.
Namun ke depan, kemungkinan dolar AS kembali melemah cukup besar. Pasalnya, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) masih akan menerapkan kebijakan akomodatif untuk memerangi dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Misalnya, The Fed memutuskan untuk mengubah target inflasi dari 2% menjadi rata-rata 2% untuk beberapa waktu ke depan.
"Perubahan ini merefleksikan tujuan kami untuk mewujudkan pasar tenaga kerja yang kuat, terutama bagi masyarakat berpendapatan menengah-bawah. Kami ingin agar upaya mendorong pasar tenaga kerja ini tanpa menyebabkan peningkatan inflasi," kata Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Fed, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Dengan perubahan ini, The Fed seakan memberi 'restu' bagi suku bunga rendah dan berbagai kebijakan penggelontoran likuiditas. Kebijakan ini bisa memicu laju inflasi, tetapi tidak apa-apa karena fokus saat ini adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment).
Situasi ini membuat berinvestasi dalam dolar AS menjadi kurang menarik. Satu, likuiditas dolar AS sedang 'banjir' sehingga tidak sulit mendapatkan mata uang ini. Dua, The Fed memberi sinyal bahwa mereka tidak ada masalah jika inflasi meninggi, sepanjang rata-ratanya ada di 2%. Saat inflasi tinggi, keuntungan yang didapat akan terpangkas.
"(Penguatan dolar AS) ini hanya jangka pendek. Semua orang punya alasan kuat untuk menilai dolar AS sedang dalam masa bearish," lanjut Wong.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini
