
Kompak dengan Bursa Saham, Harga Obligasi Pemerintah Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah melemah pada penutupan perdagangan Kamis (3/9/2020). Seperti pada hari sebelumnya, pelemahan ini terjadi untuk obligasi bertenor antara 5 hingga 30 tahun, dan hanya tenor 1 tahun yang mengalami penguatan harga.
Surat Berharga Negara (SBN) berjatuh tempo menengah hingga panjang dilepas investor hari ini, hanya SBN bertenor 1 tahun yang tercatat dikoleksi asing. Yield (imbal hasil) SBN tenor 1 tahun tercatat turun 13,7 basis poin ke 3,76%.
Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara mengalami kenaikan 3,7 basis poin ke level 6,95%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya.
Kenaikan yield tertinggi masih tercatat di SBN acuan 10 tahun. Sebaliknya, kenaikan yield terendah terjadi pada SBN bertenor 5 tahun sebesar 1,9 basis poin ke 5,571%. Satu basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Tenor | Yield (%) | Perubahan (%) |
ID 1Y T-BOND | 3.763 | -13.70 |
ID 5Y T-BOND | 5.571 | 1.90 |
ID 10Y T-BOND | 6.945 | 3.70 |
ID 15Y T-BOND | 7.446 | 3.50 |
ID 20Y T-BOND | 7.458 | 2.10 |
ID 30Y T-BOND | 7.464 | 3.10 |
Pasar terlihat masih khawatir menghadapi wacana penghapusan independensi Bank Indonesia (BI), yang membawa Republik ini mundur ke era Orde Baru di mana BI beroperasi di bawah Menteri Keuangan. Kekhawatiran ini memicu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini melemah 0,6% atau 31 poin ke 5.280,813.
Sebelumnya, ramai diberitakan mengenai adanya Dewan Moneter, yang bakal diketuai Menteri Keuangan, dalam draf RUU. Yang menjadi perkara, BI akan dibawahi Dewan Moneter dan ketentuan soal "pihak lain tidak bisa ikut campur dalam pelaksanaan tugas BI" dihapus.
Selain itu kabar yang masih berlanjut terkait kemungkinan diberlakukan kembali program burden sharing pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berlanjut hingga tahun 2022 juga menjadi sentimen negatif bagi pasar obligasi Indonesia.
Presiden Jokowi mengungkapkan, jika pertumbuhan ekonomi tahun 2021 mencapai target 4,5%-5,5% maka pemerintah tidak perlu melakukan program burden sharing pada 2022. Artinya, jika pertumbuhan ekonomi tak mencapai target, maka program tersebut akan diteruskan.
Burden sharing merupakan program di mana BI membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon. Program tersebut sudah dilakukan mulai awal Juli lalu. Ada kecemasan di pasar terkait kebijakan tersebut yang akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia.
Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menurun, sebab real return yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Inilah yang memicu aksi jual obligasi pemerintah Indonesia oleh investor asing sampai sekarang
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%