Khawatir Efek Burden Sharing, Ini Dampaknya ke Pasar Obligasi

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
02 September 2020 18:35
Business women signature at document. Selective focus and soft flare filter.
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia -  Harga obligasi pemerintah melemah pada penutupan perdagangan Rabu (2/9/2020). Pelemahan ini hampir terjadi di semua tenor, hanya tenor jangka pendek 1 tahun yang mengalami penguatan harga.

Surat Berharga Negara (SBN) berjatuh tempo menengah hingga panjang dilepas investor hari ini, hanya SBN bertenor 1 tahun yang tercatat dikoleksi. Yield (imbal hasil) SBN tenor 1 tahun tercatat turun 2 basis poin ke 3,900.

Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara mengalami kenaikan ke level 6,91%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya.

Kenaikan yield tertinggi dicatatkan SBN acuan tenor 10 tahun, sebesar 5 basis poin ke 6,91%. Sedangkan, kenaikan yield terendah terjadi pada SBN bertenor 20 tahun sebesar 0,7 basis poin ke 7,44%. Satu basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Tenor

Yield (%)

Perubahan

ID 1Y T-BOND

3,900

-2,00

ID 5Y T-BOND

5,552

1,50

ID 10Y T-BOND

6,908

5,00

ID 15Y T-BOND

7,411

1,50

ID 20Y T-BOND

7,437

0,70

ID 30Y T-BOND

7,433

3,00

Investor cemas bahwa ke depan pasokan SBN bakal melimpah akibat adanya kemungkinan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tetap akan menjalankan skema burden sharing alias kolaborasi dalam pembiayaan defisit anggaran.

Sedianya burden sharing ini hanya skema ad hoc, one off, sekali pukul. Namun ada risiko BI akan tetap membeli SBN untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 2022.

Kepada jurnalis media asing di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan jika pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa berada di kisaran 4,5-5,5%, maka burden sharing mungkin tidak lagi dibutuhkan pada 2022.

Pernyataan Jokowi bisa dimaknai bahwa masih ada peluang pemerintah meminta bantuan kepada BI untuk membiayai defisit anggaran setidaknya hingga 2022, andai pertumbuhan ekonomi di bawah target. Hingga 18 Agustus, BI telah membeli SBN di pasar perdana (baik lelang, greenshoe options, maupun private placement) senilai Rp 42,96 triliun.

Apabila situasi belum kondusif, maka sangat mungkin jumlah ini akan terus bertambah karena pasar tidak bisa diharapkan untuk menyerap SBN. Potensi membludaknya pasokan SBN membuat harga instrumen ini turun jika kapasitas penyerapan pasar tetap sama.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular