Analisis Teknikal

"Burden Sharing" BI Bisa Berlanjut, Awas Rupiah Rontok

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 September 2020 08:33
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,04% melawan dolar AS ke Rp 14.565/US Selasa kemarin. Terbebani data deflasi Indonesia dalam 2 bulan beruntun, rupiah menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang melemah.

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan inflasi bulan lalu adalah -0,05% secara bulanan (month-to-month/MtM) alias deflasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi deflasi secara bulan sebesar 0,01%.

Secara statistik, deflasi sudah dua kali berturut-turut terjadi. BPS juga mencatat terjadi deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,10%. Deflasi merupakan kondisi dimana harga-harga mengalami penurunan, turun. Penurunan harga bisa disebabkan oleh kelebihan pasokan atau penurunan daya beli. 

Sementara dibandingkan periode yang sama pada 2019 (year-on-year/YoY), terjadi inflasi 1,32%. Median konsensus CNBC Indonesia berada di 1,375%. Inflasi tahun kalender tercatat 0,93%,

"Perkembangan harga berbagai komoditas pada Agustus ini secara umum menunjukkan adanya penurunan," kata Suhariyanto, Kepala BPS, dalam jumpa pers hari ini.

Deflasi tersebut terjadi akibat rendahnya daya beli masyarakat yang dihantam pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19). Belanja konsumen merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, dengan kontribusi 58% hingga 60%, ketika daya beli rendah maka risiko kontraksi ekonomi tentunya semakin besar, dan terancam mengalami resesi di kuartal III-2020.

Sementara itu pada hari ini, Rabu (2/9/2020), beban bagi rupiah tambah berat sehingga berisiko rontok lagi. Sebabnya ada kemungkinan program "burden sharing" pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berlanjut hingga tahun 2022.

Hal itu diisyaratkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin di istana Bogor. Jokowi mengungkapkan, jika pertumbuhan ekonomi tahun 2021 mencapai target 4,5%-5,5% maka pemerintah tidak perlu lagi melakukan program "burden sharing" di tahun 2022.

Artinya, jika pertumbuhan ekonomi tak mencapai target, maka program "burden sharing" akan kembali dilakukan.

"Burden sharing" merupakan program dimana BI akan membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon. Program tersebut sudah dilakukan mulai awal Juli lalu.

Ada kecemasan di pasar "burden sharing" akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia akibat semakin banyaknya jumlah uang yang beredar.

Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menjadi menurun, sebab real return yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Hal ini dapat memukul nilai tukar rupiah.

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan dari pergerakan rupiah yang disimbolkan USD/IDR, akibat pelemahan tipis kemarin. Rupiah pada pekan lalu menembus dan bertahan di bawah US$ 14.730/US$, sehingga outlook Mata Uang Garuda kembali positif.

Level US$ 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%, sehingga bisa menjadi kunci pergerakan. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu indikator stochastic kini mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic yang mendekati wilayah oversold bisa menjadi sinyal awal rupiah akan melemah.

Level Rp 14.500/US$ yang menjadi support terdekat, rupiah masih punya ruang menguat ke support tersebut. Tetapi jika gagal ditembus atau selama tertahan di atasnya, rupiah berisiko melemah ke resisten terdekat di kisaran Rp 14.600/US$. Pelemahan rupiah bisa semakin tajam ke ke Rp 14.660/US$ jika resisten dilewati.

Sementara jika sukses menembus support, Mata Uang Garuda berpotensi menguat ke Rp 14.420/US$ pada hari ini. Sementara target penguatan di pekan ini ke Rp 14.325/US$.

Ke depannya, selama tertahan di bawah Rp 14.730/US$, rupiah masih cenderung menguat, tetapi jika kembali ditembus ke atas, ada risiko USD/IDR akan ke Rp 15.09/US$ (Fib. Retracement 50%).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular