Damai Itu Indah! AS-China Akur, Keperkasaan Rupiah Berlanjut

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 August 2020 09:03
Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari bank BJB yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah belum bosan berada di zona hijau, meski sudah berhari-hari menjadi mata uang terbaik Asia.

Pada Rabu (26/7/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.580 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,41% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,2% di hadapan dolar AS. Rupiah sudah menguat selama tiga hari perdagangan beruntun. Dalam tiga hari tersebut, apresiasi rupiah mencapai 1,28%.

Walau sudah menguat lebih dari 1% dalam tiga hari terakhir, tetapi rupiah tetap berada di tren depresiasi selepas kuartal II-2020. Pada kuartal III-2020, rupiah masih melemah 3,24% secara point-to-point.

Oleh karena itu, rupiah masih punya ruang untuk mencetak technical rebound. Apalagi faktor eksternal pun mendukung apresiasi mata uang Tanah Air.

Investor sedang semringah karena sepertinya AS dan China siap kembali ke meja perundingan untuk membahas kelanjutan rencana damai dagang. Reuters mengabarkan bahwa Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He telah berkomunikasi melalui telepon. Ini adalah dialog formal pertama sejak awal Mei.

"Kedua pihak melihat ada perkembangan dan berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan keberhasilan kesepakatan (damai dagang). Kami sudah melihat upaya China untuk menerapkan reformasi struktural. Kedua pihak juga membahas mengenai pembelian produk AS oleh China," sebut keterangan tertulis Kantor Perwakilan Dagang AS.

Sementara Kementerian Perdagangan China menyatakan pembicaraan Washington-Beijing berlangsung dengan konstruktif. Kedua negara juga sepakat untuk merealisasikan berbagai kesepakatan dalam perjanjian damai dagang fase I.

Damai dagang AS-China tentu menjadi sesuatu yang disambut baik. Sebab kalau keduanya terus tegang, maka akan menambah runyam situasi yang sudah pelik akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Oleh karena itu, perkembangan positif hubungan AS-China membuat investor lega dan enggan bermain aman. Arus modal pun mengalir ke pasar keuangan negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia.

Selain itu, dolar AS juga masih mengalami tekanan. Pada pukul 07:54 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,05%.

Kali ini, mata uang Negeri Paman Sam tertekan karena pelaku pasar tengah menantikan acara tahunan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yaitu simposium Jackson Hole. Biasanya acara ini digelar di kota di Negara Bagian Wyoming itu, tetapi karena wabah virus corona akhirnya hanya bisa dihelat secara daring.

Pelaku pasar menantikan petunjuk dari Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Terutama sampai kapan The Fed akan mempertahankan suku bunga rendah dan terus menggelontorkan likuiditas ke pasar.

"Saya memperkirakan Powell akan menyampaikan arah kebijakan ke depan (forward guidance) yang masih dovish. Suku bunga akan tetap rendah sampai beberapa waktu ke depan, dan ini membuat dolar AS melemah. Anda bisa bilang kita sedang berada dalam fase koreksi dolar AS dalam jangka panjang," kata Minori Uchida, Head of Global Market Research di MUFG Bank yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.

Suku bunga rendah membuat imbalan berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) juga ikut minim. Contoh, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun pada pukul 08:01 WIB berada di 0,6949%.

Sampai Juli, inflasi AS adalah 1% year-on-year (YoY). Jadi keuntungan riil yang didapat investor (setelah dikurangi inflasi) adalah -0,3%. Berinvestasi di instrumen ini bukannya untung malah buntung...

Faktor ini yang membuat dolar AS menjadi kekurangan peminat. Permintaan yang berkurang membuat nilai tukar dolar AS terus saja tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular