
2 Hari Menguat 1% Lebih, Rupiah Berpotensi ke Rp 14.450/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (24/8/2020). Tidak sekedar menguat, rupiah juga menjadi juara alias mata uang terbaik di Asia.
Pada perdagangan hari ini, Rupiah menguat 0,68% ke Rp 14.670/US$. Sementara pada Rabu (19/5/2020) pekan lalu, sebelum pasar di Indonesia libur panjang, Mata Uang Garuda menguat 0,4%. Artinya dalam 2 hari perdagangan, rupiah membukukan penguatan lebih dari 1%.
Rupiah memang sedang mendapat momentum penguatan sejak pekan lalu.
Pada Selasa (18/8/2020) Bank Indonesia (BI) merilis Neraca Pembayaran atau Balance of Payment (BOP) Indonesia pada kuartal II-2020 yang mencatat surplus setelah defisit di kuartal sebelumnya. Penurunan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan surplus transaksi modal dan finansial (TMF) menjadi pemicunya.
Dalam rilis tersebut, neraca pembayaran Indonesia pada periode April-Juni 2020 tercatat surplus US$ 9,2 miliar. Surplus ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal kedua tahun 2011 atau sembilan tahun silam.
Defisit transaksi berjalan dilaporkan sebesar US$ 2,9 miliar atau setara 1,2% dari produk domestik bruto (PDB), membaik dari kuartal sebelumnya 1,4% dari PDB. Defisit di kuartal II-2020 menjadi yang paling kecil sejak kuartal I-2017.
Membaiknya defisit transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.
Komponen NPI lainnya, TMF berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money, dan pergerakannya sangat fluktuatif.
Surplus transaksi modal dan finansial pada April-Juni tercatat sebesar US$ 10,5 miliar (4,3% dari PDB), berbalik arah dari defisit US$ 3,0 miliar (1,1% dari PDB) pada kuartal I-2020.
Sehari setelahnya, BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang tetap mempertahankan suku bunga 7 Day Reserve Repo Rate sebesar 4%.
Dalam 2 edisi RDG, Gubernur Perry memberikan sinyal BI tidak akan lagi memangkas suku bunga, dengan menegaskan untuk kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas.
Rupiah berada dalam tren pelemahan sejak 9 Juni lalu, artinya sudah berlangsung dalam lebih dari 2 bulan, meski pelemahnya terbilang smooth. Salah satu penyebab rupiah terus melemah adalah pemangkasan suku bunga BI.
Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.
Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga penutupan perdagangan Rabu pekan lalu rupiah sudah melemah 1,85%.
Sehingga jika suku bunga kembali dipangkas, ada risiko rupiah semakin tertekan. Kala suku bunga diturunkan, daya tarik investasi juga tentunya semakin meredup. Tetapi dengan adanya sinyal dari BI suku bunga tidak akan dipangkas lagi, menjadi modal bagi rupiah untuk menguat selain CAD yang menipis.
Secara teknikal, meski rupiah yang disimbolkan USD/IDR berhasil kembali ke bawah US$ 14.730/US$ pada hari ini. Sehingga risiko rupiah merosot ke Rp 15.135/US$ menjadi diminimalisir, bahkan berpeluang menguat lebih jauh.
Rupiah berada dalam fase konsolidasi dalam beberapa pekan terakhir, sebelum akhirnya menembus batas atas fase tersebut di Rp 14.730/US$.
Fase konsolidasi artinya suatu instrument bolak balik naik turun dalam rentang tertentu. Pada satu titik fase ini akan memicu "ledakan" alias pergerakan besar ketika batas atas atau bawah dilewati.
![]() Foto: Refinitiv |
Dalam kasus USD/IDR, batas atas seperti yang disebutkan sebelumnya berada di level US$ 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Sementara batas bawah fase konsolidasi berada di level Rp 14.325/US$.
Jarak antara batas bawah hingga ke batas atas sebesar Rp 405, artinya target pergerakan rupiah setelah menembus salah satu batas sebesar Rp 405.
Sehingga, saat batas atas yang dilewati, maka rupiah berisiko melemah ke Rp 15.135/US$. Tetapi, risiko tersebut berhasil diredam pada hari ini.
Sementara itu indikator stochastic mulai turun dari wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah. Artinya ketika USD/IDR mencapai overbought, terbuka peluang penguatan.
Selama tertahan di bawah Rp 14.730/US$, rupiah berpeluang menguat hingga ke Rp 14.450/US$ di pekan ini. Tetapi jika kembali ke atas level tersebut, risiko rupiah ke Rp 15.135/US$ kembali muncul.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
