
RI Bakal Resesi Bikin Investor Ragu-ragu, Rupiah pun Galau

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,41% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.580/US$ pada perdagangan Kamis kemarin. Risiko Indonesia mengalami resesi masih membebani pergerakan rupiah kemarin, dan masih akan berlanjut pada perdagangan hari ini, Jumat (7/8/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu sore mengatakan masih ada kemungkinan perekonomian Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh negatif. Apalagi di kuartal II ini perekonomian kontraksi sangat dalam yakni minus 5,32%.
Menurutnya, sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.
"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Jika di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi negatif lagi, maka Indonesia sah mengalami resesi.
Sementara itu, data cadangan devisa (cadev) Indonesia yang dirilis hari ini juga dapat mempengaruhi pergerakan rupiah. Konsensus dari Trading Economic memperkirakan cadev akan naik menjadi US$ 132,1 miliar di bulan Juli, dari sebelumnya US$ 131,7 miliar.
Kenaikan cadev tentunya akan memberikan sentimen positif ke rupiah.
Secara teknikal, meski rupiah yang disimbolkan USD/IDR melemah cukup signifikan kemarin, tetapi masih berada dalam fase konsolidasi yang berlangsung sejak pekan lalu. Fase konsolidasi artinya suatu instrument bolak balik naik turun dalam rentang tertentu. Pada satu titik fase ini akan memicu pergerakan besar.
Posisi penutupan rupiah pada perdagangan Senin (27/7/2020) tidak jauh dari posisi pembukaan perdagangan, serta pergerakan naik turun hari ini secara teknikal membentuk pola Doji jika dilihat menggunakan grafik Candlestick.
Suatu harga dikatakan membentuk pola Doji ketika level pembukaan dan penutupan perdagangan sama atau nyaris sama persis, setelah sebelumnya mengalami pergerakan naik dan turun dari level pembukaan tersebut.
Secara psikologis, pola Doji menunjukkan pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah pasar apakah akan menguat atau melemah.
Munculnya Doji menjadi indikasi suatu instrument akan memasuki fase konsolidasi.
Dalam kasus rupiah atau yang disimbolkan dengan USD/IDR, fase konsolidasi kemungkinan akan berada di rentang Rp 14.325/US$ sampai US$ 14.730/US$. Artinya, rupiah kecenderungannya akan bergerak bolak balik di antara level tersebut di pekan ini, bahkan ada kemungkinan sampai pekan depan.
![]() Foto: Refinitiv |
Indikator stochastic masih bergerak di dekat wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah. Artinya ketika USD/IDR mencapai oversold, rupiah punya peluang berisiko berbalik melemah.
Artinya, jika belum mencapai oversold, rupiah punya peluang untuk menguat. Support terdekat berada di kisaran Rp 14.510/US, jika mampu dilewati rupiah berpeluang menuju Rp 14.450/US$.
Resisten terdekat berada di kisaran US$ 14.600/US$, jika dilewati rupiah berisiko melemah ke Rp 14.660/US$, sebelum menuju batas atas fase konsolidasi Rp 14.730/US$.
Arah pergerakan selanjutnya akan ditentukan apakah rupiah mampu menembus batas bawah fase konsolidasi sehingga akan menguat lebih lanjut, atau sebaliknya batas atas Rp 14.730/US$ yang akan dilewati sehingga risiko pelemahan semakin membesar.
Batas atas tersebut juga merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Ke depannya, selama tidak menembus ke atas Fib. Retracement 61,8% tersebut rupiah masih berpeluang menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
