Mantap! Impor China Melonjak, Reli Harga CPO Berlanjut

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 July 2020 11:27
Palm oil woes.	(Reuters/Samsul Said)
Foto: REUTERS/Samsul Said

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (CPO) melesat signifikan pekan lalu. Pada awal pekan ini, Senin (20/7/2020) harga CPO masih mampu melanjutkan reli.

Pada 10.17 WIB harga CPO kontrak pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatif bertambah 50 ringgit atau 1,72% ke RM 2.659/ton. Minggu lalu harga CPO ditutup di RM 2.614/ton dengan penguatan 8,4%. 

Kenaikan mingguan ini merupakan yang tertinggi sejak bulan November 2016 sekaligus mengantarkan harga komoditas ini berada di level tertingginya hampir dalam lima bulan terakhir. 

Reli secara bertahap telah membuat harga minyak sawit memangkas pelemahannya menjadi 14% secara year to date (ytd) dari sebelumnya yang sempat mencapai 32%.

Hujan lebat yang melanda Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar CPO di dunia membuat pasar cemas fenomena alam ini akan mengganggu panen dan berdampak pada penurunan produksi. Apalagi di beberapa daerah produksi seperti di Kalimantan sampai terjadi banjir.

"Minyak sawit diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi karena ada skenario produksi bulan Juli yang lebih rendah di dua negara, Malaysia dan Indonesia" kata Anilkumar Bagani kepala riset di Sunvin Group.

Selain potensi disrupsi di sisi pasokan, harga CPO juga terkerek oleh kenaikan harga minyak nabati jenis lainnya. Berdasarkan data Refinitiv, harga minyak kedelai dan sawit di Bursa Dalian naik masing-masing 2,54% dan 3,83%.

Beberapa faktor lain yang membuat harga CPO reli beberapa waktu terakhir antara lain, penguatan harga minyak yang dilanjutkan dengan stabilitas harga emas hitam di atas US$ 40/barel, relaksasi lockdown di India dan ekonomi China yang bangkit sehingga permintaan mulai membaik.

Bloomberg melaporkan impor minyak nabati China bulan Juni naik 53% dari bulan sebelumnya. Sementara pengiriman ke India melonjak ke level tertingginya dalam lima bulan pada saat yang sama. 

Namun kenaikan kasus yang signifikan di India juga harus dicermati betul. Pasalnya berbagai wilayah yang harusnya mulai melonggarkan lockdown pada 31 Juli ini justru malah cenderung mengetatkan pembatasan. 

Mengutip Argus Media, analis memperkirakan ekonomi India bakal terkontraksi hingga -7,5%. Proyeksi lain yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi India bakal minus 4,5% tahun ini.

Kontraksi pada perekonomian India ini jelas menjadi ancaman bagi permintaan impor untuk minyak mentah, gas alam cair/LNG, batu bara dan berbagai komoditas yang lainnya. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sumatera & Kalimantan Dilanda Banjir, Harga CPO Terbang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular