Analisis Teknikal

"Dihantui" Resesi, Rupiah Berisiko Tertekan ke Rp 14.730/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 July 2020 08:55
Many bundles of US dollars bank notes
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sepanjang pekan lalu melemah 1,81% melawan dolar Amerika Serikat (AS), mengakhiri perdagangan di level Rp 14.620/US$. Meningkatnya risiko resesi yang berpeluang terjadi di Indonesia membuat rupiah tertekan.

Pada Kamis (16/7/2020) Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia

Di saat yang sama pada sore hari, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama 14 hari, akibat penyebaran kasus penyakit virus corona yang masih cukup tinggi. PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama.

Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia. Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.

Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti. Rupiah pun mengalami tekanan.

Secara teknikal, sejak melemah tajam Rabu (15/7/2020), outlook rupiah menjadi kurang bagus. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih berada di atas Rp 14.510/US$ yang kini menjadi support (tahanan bawah) kuat.

Rupiah pada awal pekan lalu mencatat penguatan tipis, dan sebenarnya menjadi sinyal rupiah berpeluang melesat lagi di pekan ini.

Dilihat pada grafik candle stick harian Senin (13/7/2020) badannya (body) kecil di bagian bawah, sementara ekornya (tail) panjang ke atas. Pola tersebut disebut Shooting Star, dan kerap dijadikan sinyal pembalikan arah atau USD/IDR akan bergerak turun, dengan kata lain rupiah berpeluang menguat.

Pola yang sama muncul pada Senin 2 pekan lalu, dan rupiah akhirnya membukukan penguatan 0,62% secara mingguan dan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia. Saat itu, puncak tail pola Shooting Star berada di level Rp 14.570/US$. Rupiah kini sudah berada di atas level tersebut, yang membuat tekanan menjadi lebih besar.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) 
Foto: Refinitiv

Sementara itu indikator stochastic bergerak naik dan mulai masuk wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah. Artinya ketika USD/IDR mencapai overbought, rupiah punya peluang untuk berbalik menguat.

Support terdekat berada di level Rp 14.570/US$, selama tertahan di atas level tersebut, rupiah berpeluang berisiko melemah menuju Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%.

Sementara jika support berhasil dilewati dengan meyakinkan, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.510/US$.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular