
Resesi Gentayangi Bank Global, Siaga Laba Turun Signifikan

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai bank besar di dunia tengah bersiap menghadapi resesi berkepanjangan yang dipicu pandemi global virus corona (Covid-19).
Setidaknya tiga bank besar, yakni JPMorgan Chase, Citigroup, dan Wells Fargo melaporkan penurunan signifikan laba kuartalan pada Selasa (14/7/2020) akibat pandemi ini.
Jennifer Piepszak, kepala pejabat keuangan bank JPMorgan Chase mengatakan, alih-alih muncul pemulihan ekonomi, resesi tahun ini akan berlarut-larut. Senada dengan Piepszak, kepala eksekutif Wells Fargo, Charlie Scharf mengatakan, bahwa bahwa krisis ekonomi telah memburuk.
Sedangkan pihak Citigroup mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka sedang mempersiapkan stress test yang lebih tinggi karena mungkin pemulihan ekonomi akan berjalan lambat.
Pihak bank menjadi lebih pesimis ketika jutaan orang dipecat dari pekerjaan mereka, ribuan usaha kecil tutup secara permanen, dan beberapa negara mulai memberlakukan aturan penguncian (lockdown) untuk kedua kalinya guna menahan penyebaran Covid-19.
JPMorgan Chase dan Wells Fargo mengatakan bahwa mereka akan menyisihkan masing-masing US$ 8,9 miliar dan US$ 8,4 miliar guna mempersiapkan pelanggan untuk mulai melunasi pinjaman mereka akhir tahun ini. Sedangkan Citigroup meningkatkan cadangannya menjadi US$ 7,9 miliar.
Bank terbesar di AS, JPMorgan Chase mengatakan laba kuartalannya turun lebih dari 50%, menjadi US$ 4,7 miliar, akibat menyiapkan dana cadangan. Tetapi volatilitas pasar membantu meningkatkan bisnis perdagangan bank, yang mengalami lompatan 79% dalam pendapatan kuartalan, menjadi US$ 9,7 miliar.
"Ini bukan resesi normal," kata Jamie Dimon, kepala eksekutif JPMorgan Chase, sebagaimana dikutip dari The Washington Post. "Pendapatan konsumen naik, tabungan naik dan harga rumah naik. Bagian resesi ini akan Anda lihat di ujung jalan."
Tiga bulan terakhir lebih sulit bagi Wells Fargo. Bank ini melaporkan kerugian kuartalan pertamanya, US$ 2,4 miliar, dalam lebih dari satu dekade. Pendapatannya turun menjadi US$ 17,8 miliar, dibandingkan dengan US$ 21,6 miliar selama periode yang sama tahun lalu.
Resesi kali ini tentu memperburuk keadaan, sebab Wells Fargo masih harus memulihkan diri dari skandal pelecehan konsumen, termasuk membuka jutaan akun yang tidak diminta pelanggan.
Wells Fargo, yang berbasis di San Francisco ini mengatakan akan memotong dividen kuartalan menjadi 10 sen per saham dari 51 sen per saham. "Kami percaya bijaksana untuk sangat berhati-hati sampai kita melihat jalan yang jelas untuk perbaikan ekonomi yang luas," kata Scharf.
Laba Citigroup turun lebih dari 70% pada kuartal kedua, menjadi US$ 1,32 miliar, dibandingkan dengan US$ 4,8 miliar selama periode yang sama tahun lalu. Pendapatan hanya meningkat sekitar 5%, menjadi US$ 19,8 miliar.
"(Ini adalah) situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata kepala eksekutif Citigroup Michael Corbat, seraya menambahkan bahwa bank itu "dipersiapkan untuk berbagai skenario".
Harga saham JPMorgan Chase datar pada Selasa sore, sementara Citigroup turun sekitar 3%. Sementara harga saham Wells Fargo jatuh lebih dari 6%.
Resesi di AS sendiri menandai ujian besar pertama ketahanan industri perbankan sejak krisis keuangan terakhir, ketika bank mengambil miliaran dalam dana talangan pembayar pajak. Industri mengatakan resesi kali ini jauh lebih kuat.
Bulan lalu, Federal Reserve System atau The Fed bahkan memberlakukan aturan baru mengenai bagaimana bank-bank besar di Amerika Serikat membelanjakan modal, dengan tujuan melindungi sistem keuangan dari risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.
Analisis Fed atas keuangan bank menunjukkan mereka kini dalam kondisi baik, namun tetap ada beberapa yang masih berjuang dalam skenario terburuk dari pemulihan ekonomi.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fitch Beri Peringatan ke Sektor Perbankan RI, Apa Itu?