
Seandainya Rupiah Babak Belur Lagi, Itu Semua 'Salah' IMF!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,21% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.080/US$ Rabu kemarin. Penguatan tersebut menjadi yang pertama dalam 4 hari terkahir, setelah melemah 2 kali dan stagnan Selasa lalu.
Tetapi hari ini, Kamis (25/6/2020) rupiah terancam kembali melemah. Sebabnya sentimen pelaku pasar yang kembali memburuk, terlihat dari bursa saham AS (Wall Street) yang ambrol pada perdagangan Kamis, dan merembet ke Asia pagi ini.
Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi setelah Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) yang kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dalam rilis yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery.
Dalam rilis tersebut, IMF memprediksi perekonomian global di tahun ini akan berkontraksi atau minus 4,9% lebih dalam ketimbang proyeksi yang diberikan pada bulan April lalu minus 3%.
Nyaris semua negara, dari negara maju hingga negara berkembang diramal akan mengalami kontraksi ekonomi. Perekonomian Indonesia juga diprediksi -0,3% di tahun ini.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR berada dalam fase konsolidasi dalam dua pekan lalu, dan kembali berada di atas level psikologis Rp 14.000/US$. Fase konsolidasi semakin terlihat setelah di awal pekan rupiah membentuk pola Doji.
Posisi pembukaan pasar dan penutupan pasar Senin (15/6/2020) sama di Rp 14.050/US$, dan membentuk ekor (tail) yang hampir seimbang ke atas dan bawah. Secara teknikal, rupiah disebut membentuk pola Doji, dan berarti pasar sedang ragu kemana arah pasar selanjutnya.
Terbukti, setelah membentuk Doji, rupiah rentang pergerakan rupiah tidak terlalu besar.
Sementara Selasa (23/6/2020), rupiah membentuk pola Gravestone Doji, dimana level pembukaan sama dengan penutupan, dan berada di low intraday. Secara psikologis, Gravestone Doji menunjukkan pelaku pasar yang menjual dolar AS sedang mendominasi pasar.
![]() Foto: Refinitiv |
Tekanan terhadap rupiah sebenarnya sudah mulai berkurang melihat indikator stochastic pada grafik sudah keluar dari wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.
Resisten (tahanan atas) terdekat berada di Rp 14.150/US$, selama tertahan di bawah level tersebut rupiah berpeluang menguat menuju level psikologis Rp 14.000/US$.
Namun, jika resisten tersebut ditembus ditembus, rupiah berpeluang melemah menuju Rp 14.300/US$.
Untuk jangka lebih panjang, peluang rupiah ke Rp 13.565/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 100% masih terbuka, selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$ (Fibonnaci Retracement 61,8%).
Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
