Awal Pekan Harga Minyak Naik & Kuat di Atas US$ 40/barel

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
22 June 2020 08:59
The sun sets behind an idle pump jack near Karnes City, Texas, Wednesday, April 8, 2020. Demand for oil continues to fall due to the new coronavirus outbreak. (AP Photo/Eric Gay)
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan menguat di awal pekan ini. Meski ada pengetatan pasokan dari para produsen minyak global, lonjakan kasus infeksi baru corona di berbagai negara membuat apresiasi harga emas hitam tak begitu signifikan.

Senin (22/6/2020) pada 08.30 WIB, harga minyak mentah menguat tipis. Harga minyak acuan global Brent naik 0,36% ke US$ 42,35/barel. Sementara di saat yang sama harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) juga menguat 0,2% ke US$ 39,83/barel.

Reuters melaporkan, di Amerika Serikat dan Kanada, jumlah rig minyak dan gas alam yang beroperasi masih rendah, bahkan ketika harga minyak sudah naik dan mendorong beberapa produsen untuk memulai pengeboran lagi. 

Irak dan Kazakhstan berjanji untuk lebih mematuhi pemotongan produksi minyak. Namun, kelompok OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, belum memutuskan apakah akan memperpanjang periode pemangkasan pasokan 9,7 juta barel per hari (bpd) hingga Agustus.

Harga minyak juga telah didukung oleh pemulihan permintaan bahan bakar global pada April-Mei karena negara-negara di seluruh dunia mulai kembali melanjutkan kegiatan ekonominya.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan lompatan rekor dalam kasus infeksi virus corona secara global pada hari Minggu, dengan peningkatan terbesar terlihat di Amerika utara dan selatan. 

WHO mencatat ada pertambahan kasus sebanyak 183.020 dalam kurun waktu 24 jam di hari Minggu (21/6/2020). Jika mengacu pada data John Hopkins University CSSE, jumlah kumulatif orang yang terinfeksi virus corona di dunia mencapai 8,9 juta.

Amerika Serikat (AS) masih memimpin dengan catatan kasus terbanyak dengan nyaris 2,28 juta kasus disusul Brazil dengan lebih dari 1 juta kasus.

Lonjakan infeksi virus corona di beberapa bagian dunia seperti Beijing dan negara bagian Australia yaitu Victoria, telah mendorong pihak berwenang untuk memberlakukan kembali pembatasan mobilitas publik untuk menekan penyebaran. 

"Potensi kerusakan ekonomi dari putaran baru penanggulangan COVID-19 kemungkinan akan mengurangi antusiasme investor," kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets.

Gelombang kedua wabah menjadi ancaman bagi aktivitas perekonomian saat ini. Jika lockdown kembali diterapkan dan ruang gerak menjadi terbatas, permintaan bahan bakar akan semakin anjlok. Jika para produsen minyak tak kembali melanjutkan pemangkasan, maka harga minyak bisa jatuh lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Jatuh Lagi, Ini Dua Faktor Pemicunya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular