Catat! Goldman Sachs Ramal Harga Emas Mentok di US$ 2.000/oz

tahir saleh, CNBC Indonesia
20 June 2020 06:21
Goldman Sachs
Foto: Goldman Sachs (REUTERS/Brendan McDermid)

Jakarta, CNBC Indonesia - Analis bank investasi asal Amerika Serikat (AS) Goldman Sachs memproyeksikan harga emas dunia masih akan melanjutkan reli kenaikan hingga akhir tahun ini di tengah kekhawatiran terjadinya penurunan nilai (debasement) emas dan melemahnya kurs dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia.

CNBC International mencatat, harga logam mulia diperdagangkan di atas level US$ 1.736/troy ons pada Jumat sore waktu Eropa (19/6/2020), naik sekitar 0,8%. Data Kitco mencatat, pada perdagangan Jumat tadi malam pukul 22.40 WIB, harga emas spot diperdagangkan di level US$ 1.747/troy ons.

Harga emas juga mulai stabil dalam 2 bulan terakhir karena ada harapan pandemi Covid-19 dapat ditahan sehingga menurunkan risiko penyebaran yang sudah terjadi sejak Maret lalu.

Dalam sebuah catatan pada Jumat, analis Goldman Sachs yakni Jeff Currie, Mikhail Sprogis, dan Daniel Sharp memperbaharui perkiraan harga emas dunia untuk periode 3, 6 dan 12 bulan ke depan masing-masing menjadi US$ 1.800/1.900/2.000/troy ons dari prediksi sebelumnya US$ 1.600/1.650/1.800/troy ons.

Bank investasi yang didirikan di New York pada 1869 ini juga mempertahankan rekomendasi perdagangan emas dalam jangka panjang hingga Desember 2020.

Namun analis Goldman mempertimbangkan dua hal yang saling beradu, yakni adanya guncangan penurunan nilai kekayaan konsumen di pasar negara berkembang, versus permintaan investasi positif "yang didorong oleh rasa takut" konsumen di pasar negara maju.

Pada April dan Mei, impor emas India anjlok hingga 99%, sementara bank sentral Rusia berhenti membeli emas setelah jatuhnya harga minyak baru-baru ini yang dipicu oleh ketidaksepakatan antara OPEC+ dan sekutunya mengenai pengurangan pasokan. OPEC+ adalah gabungan OPEC dipimpin oleh Arab Saudi dan sekutunya yang didominasi oleh Rusia.

Tiga analis Goldman ini, dalam ulasannya menilai ada sejumlah sentimen positif bagi harga emas yakni permintaan koin emas secara tahun berjalan (year to date) sudah naik 30%, total berat emas yang menjadi aset dasar (underlying) dalam ETF (reksa dana yang diperdagangkan di bursa, exchange traded fund) juga naik 20% secara tahun ke tahun (yera on year) dan ada permintaan emas secara laten bertambah.

Namun, memang ada tekanan, yakni peningkatan sentimen risiko di pasar negara maju karena negara-negara dengan ekonomi besar mulai mencabut status lockdown (karantina wilayah) mereka. Di sisi lain, pasar negara berkembang kemungkinan butuh waktu lebih lama untuk pulih, yang dapat menyebabkan ekspektasi adanya koreksi harga emas.

"Namun, seperti yang telah kami utarakan sebelumnya, permintaan investasi emas cenderung tumbuh ke tahap awal pemulihan ekonomi, didorong oleh kekhawatiran penurunan nilai dan tingkat riil yang lebih rendah," kata catatan tiga analis tersebut, dilansir CNBC, Sabtu (20/6/2020).

"Secara bersamaan kita melihat sentimen [harga emas], yakni kembalinya permintaan konsumen dari negara berkembang didorong oleh berkurangnya penguncian wilayah dan melemahnya dolar AS."

Selain itu Goldman Sachs juga menyoroti adanya debasement (penurunan nilai) yang mengacu pada depresiasi nilai mata uang, terutama yang didasarkan pada logam mulia seperti emas, dengan memperkenalkan logam tambahan dengan nilai lebih rendah.

Dalam praktek dunia koin emas dan perak memang biasa dikenal istilah debasement ini. Istilah ini biasa didefinisikan sebagai upaya pencetakan yang secara bertahap untuk (dengan sengaja) mengurangi kandungan logam mulia dari koin yang dikeluarkan.

Di sisi lain, Kepala Analis Logam Mulia HSBC, James Steele, menilai pemulihan ekonomi dunia pasti akan membebani harga emas yang berpotensi turun. Akan tetapi, katanya, pendorong fundamental harga emas ialah imbal hasil investasi yang rendah, stimulus fiskal dan moneter yang substansial dari pemerintah (yang mendorong ekonomi) dan dampak inflasi pada harga aset.

Menurut dia, harga emas dunia kemungkinan turun dalam waktu dekat ini. Namun HSBC melihat sejumlah sentimen saat ini memberikan dukungan untuk harga emas bisa naik lagi, terutama karena pemulihan global saat ini penuh dengan potensi jebakan.

"Kenaikan tingkat pengangguran ketika Program Perlindungan Gaji dari pemerintah AS dan paket stimulus fiskal yang paling bersejarah di AS berakhir, itu dapat memicu pergerakan luas ke harga emas."


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Diramal Tembus US$ 2.000/Troy Ons, Kapan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular