
Dapat 'Bantuan' dari BI, Rupiah Raja Asia Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 May 2020 16:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (29/5/2020). Rupiah bahkan sudah menembus Rp 14.600/US$, dan kini menuju penguatan 3 pekan beruntun.
Saat pembukaan perdagangan, rupiah melemah 0,31% ke Rp 14.720/US$, tetapi tidak lama rupiah langsung masuk ke zona hijau. Penguatan rupiah semakin terakselerasi hingga 0,72% ke Rp 14.570/US$, sebelum memangkas penguatan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.575/US$, menguat 0,68% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rupiah saat ini berada di level terkuat sejak 12 Maret lalu.
Dengan penguatan tersebut, rupiah sekali lagi menjadi raja alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Status tersebut diraih Rabu lalu sebelum lengser Kamis kemarin.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:00 WIB.
Dengan penguatan tersebut rupiah akan membukukan penguatan 3 pekan beruntun. Bahkan jika dilihat sejak awal April, rupiah akan mencatat penguatan dalam 7 dari 8 pekan terakhir.
Pelemahan di awal perdagangan menunjukkan rupiah rentan terkena aksi ambil untung (profit taking), maklum saja sejak awal April sudah menguat lebih dari 10%.
Rupiah masih dinaungi sentimen positif dari rencana diputarnya lagi roda perekonomian, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memutar kembali roda perekonomian dengan mempersiapkan era kehidupan baru (new normal).
Berbicara saat meninjau prosedur standar dalam menghadapi new normal di Summarecon Mall Kota Bekasi, Jawa Barat, Jokowi menegaskan kedatangannya ke pusat perbelanjaan tersebut untuk memastikan wilayah tersebut siap menghadapi new normal.
"Saya datang ke Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat untuk memastikan pelaksanaan kegiatan kita menuju ke sebuah tatanan baru ke sebuah normal yang baru," katanya, Selasa (26/5/2020).
Sementara itu dari Eropa, negara seperti Portugal, Yunani, Spanyol, Italia, Belanda, Swedia dan Islandia bahkan sudah mewacanakan untuk membuka kembali industri pariwisatanya.
Kemudian dari AS, untuk pertama kalinya para trader kembali menjejakkan kakinya di lantai bursa saham New York pada hari Rabu waktu setempat, setelah tutup sejak 23 Maret lalu.
Momentum penguatan rupiah bertambah setelah mendapat angin segar dari Bank Indonesia (BI).
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam paparan Perkembangan Ekonomi Terkini kemarin mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pademi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.
"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).
"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.
Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh, menuju Rp 13.600/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Saat pembukaan perdagangan, rupiah melemah 0,31% ke Rp 14.720/US$, tetapi tidak lama rupiah langsung masuk ke zona hijau. Penguatan rupiah semakin terakselerasi hingga 0,72% ke Rp 14.570/US$, sebelum memangkas penguatan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.575/US$, menguat 0,68% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rupiah saat ini berada di level terkuat sejak 12 Maret lalu.
Dengan penguatan tersebut, rupiah sekali lagi menjadi raja alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Status tersebut diraih Rabu lalu sebelum lengser Kamis kemarin.
Dengan penguatan tersebut rupiah akan membukukan penguatan 3 pekan beruntun. Bahkan jika dilihat sejak awal April, rupiah akan mencatat penguatan dalam 7 dari 8 pekan terakhir.
Pelemahan di awal perdagangan menunjukkan rupiah rentan terkena aksi ambil untung (profit taking), maklum saja sejak awal April sudah menguat lebih dari 10%.
Rupiah masih dinaungi sentimen positif dari rencana diputarnya lagi roda perekonomian, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memutar kembali roda perekonomian dengan mempersiapkan era kehidupan baru (new normal).
Berbicara saat meninjau prosedur standar dalam menghadapi new normal di Summarecon Mall Kota Bekasi, Jawa Barat, Jokowi menegaskan kedatangannya ke pusat perbelanjaan tersebut untuk memastikan wilayah tersebut siap menghadapi new normal.
"Saya datang ke Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat untuk memastikan pelaksanaan kegiatan kita menuju ke sebuah tatanan baru ke sebuah normal yang baru," katanya, Selasa (26/5/2020).
Sementara itu dari Eropa, negara seperti Portugal, Yunani, Spanyol, Italia, Belanda, Swedia dan Islandia bahkan sudah mewacanakan untuk membuka kembali industri pariwisatanya.
Kemudian dari AS, untuk pertama kalinya para trader kembali menjejakkan kakinya di lantai bursa saham New York pada hari Rabu waktu setempat, setelah tutup sejak 23 Maret lalu.
Momentum penguatan rupiah bertambah setelah mendapat angin segar dari Bank Indonesia (BI).
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam paparan Perkembangan Ekonomi Terkini kemarin mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pademi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.
"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).
"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.
Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh, menuju Rp 13.600/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular