New Normal Tak Buat Permintaan Minyak AS Naik, Harga Ambles

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 May 2020 10:02
The sun sets behind an idle pump jack near Karnes City, Texas, Wednesday, April 8, 2020. Demand for oil continues to fall due to the new coronavirus outbreak. (AP Photo/Eric Gay)
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak terkoreksi pada hari Jumat (29/5/2020) setelah Agensi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan kenaikan stok minyak AS akibat masih loyonya permintaan bahan bakar serta memburuknya sentimen yang dipicu oleh eskalasi ketegangan AS-China.

Harga minyak mentah Brent untuk kontrak yang ramai diperdagangkan melorot 0,51%, menjadi US$ 35,11 per barel pada 09.25 WIB. Di saat yang sama harga  minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate juga mengalami penurunan. Harga minyak WTI turun 1,19% ke US$ 33,31 per barel.



Data EIA yang dipublikasikan pada Kamis malam (28/5/2020) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS dan minyak distilat naik tajam pekan lalu. Permintaan bahan bakar tetap loyo meski berbagai negara secara perlahan dan bertahap mencabut pembatasan perjalanan yang sebelumnya ditetapkan guna menekan penyebaran wabah corona.



Stok minyak mentah di AS naik 7,928 juta barel pekan lalu yang periodenya berakhir pada 22 Mei 2020. Stok mengalami kenaikan setelah dilaporkan turun sebanyak 4,983 juta pada pekan sebelumnya.

Kenaikan ini di luar dugaan analis yang memperkirakan akan terjadi penurunan stok sebanyak 1,944 juta barel. Menurut laporan EIA, ini merupakan kenaikan paling tajam  stok minyak mentah sejak pekan yang berakhir 24 April.

Sementara itu, persediaan bensin secara tak terduga turun 0,724 juta, setelah naik 2,83 juta barel pada minggu sebelumnya. Stok minyak distilat AS juga dilaporkan mengalami kenaikan sebesar nyaris 5,5 juta barel dari pekan sebelumnya yang hanya 3,8 juta barel saja. 

"Akhir pekan Memorial Day tidak membuat pengendara AS keluar berbondong-bondong seperti yang diharapkan oleh pasar," kata analis RBC Capital Markets, Christopher Louney mengatakan dalam sebuah catatan, mengutip Reuters.

Ke depan, para trader akan fokus pada hasil pembicaraan tentang pengurangan output antara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia (OPEC +) pada minggu kedua Juni.


Arab Saudi dan beberapa anggota OPEC sedang mempertimbangkan untuk memperpanjang pemangkasan produksi 9,7 juta barel per hari (bpd) setelah Juni. Namun Rusia dikabarkan belum memberikan sinyal positif atas usulan ini. 

Faktor lain yang juga membebani harga minyak adalah tereskalasinya konflik antara AS dengan China terutama terkait Hong Kong. Hubungan bilateral Negeri Paman Sam dengan Negeri Tirai Bambu semakin retak dan rumit apalagi setelah NPC dikabarkan telah menyetujui proposal untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru untuk Hong Kong.

CNBC International melaporkan, Standing Comitte yang merupakan sebuah badan pembuat keputusan di bawah NPC sekarang tengah menindaklanjuti untuk mendetailkan undang-undang tersebut dan kemudian mengimplementasikannya di Hong Kong. Proses ini akan melewati badan legislatif Hong Kong dan bisa memakan waktu beberapa bulan untuk menyelesaikannya.

Dengan lolosnya proposal tersebut, Trump akan menyampaikan sikapnya pada hari ini waktu AS. Sebelumnya DPR AS pada hari Rabu (27/5/2020) meloloskan RUU yang menyerukan sanksi terhadap para pejabat Tiongkok atas tindakan penahanan dan penyiksaan komunitas Muslim Uighur di wilayah barat Xinjiang di negara tersebut.

Retaknya hubungan AS-China di tengah merebaknya pandemi corona membuat kesepakatan dagang interim keduanya yang diteken pertengahan Januari lalu jadi terancam. Bahkan konflik keduanya dinilai dapat berkembang menjadi perang permodalan, teknologi hingga konfrontasi militer.

Retaknya hubungan AS-China menjadi faktor yang perlu dicermati betul perkembangannya oleh investor. Kala dua raksasa ekonomi dunia bertarung, maka dampaknya akan dirasakan oleh banyak negara di dunia ini. Prospek ekonomi global menjadi semakin suram dan pasar keuangan kembali bisa terguncang. Ya, risiko memang masih ada.


[Gambas:Video CNBC]





TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular