
Lampaui Industri, Cermati Kinerja BNI di Kuartal I-2020
Tri Putra & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
26 May 2020 16:37

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengantongi laba bersih sepanjang kuartal pertama tahun 2020 senilai Rp 4,25 triliun secara tahun berjalan. Angka ini naik 4,3% dari periode yang sama di tahun 2019.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, nilai laba per saham pada periode ini mengalami kenaikan menjadi Rp 228 dari akhir Q1 2019 yang sebesar Rp 219. Sementara itu, pendapatan dari bunga perusahaan sepanjang Januari-Maret mencapai Rp 9,53 triliun, naik sebesar 7,7%, yang ditopang oleh pertumbuhan beban bunga yang terkendali.
Bila dibedah lagi Laba Operasional Pra-Provisi (PPOP) pada dasarnya tumbuh sebesar 10,6%. Selain didorong oleh NII, ini disebabkan belanja operasional (OPEX) yang terkendali.
Total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank pelat merah ini pada Q1 2020 ini adalah Rp 635 triliun, naik sebesar 10,4% yoy. Angka ini masih di atas pertumbuhan DPK industri perbankan nasional pada bulan Maret 2020 sebesar 9,54%.
DPK didukung oleh pertumbuhan dana giro sebesar 29,9% dan tabungan sebesar 8,1%, alhasil porsi Dana murah (Current Account Savings Account/CASA) pada periode ini adalah 64,9%.
Diketahui semakin tinggi presentasi dana murah ini berarti maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Peningkatan dana murah menyebabkan biaya dana (cost of fund) turun menjadi 2,9% dari 3,2% di 2019.
Sedangkan total kredit yang diberikan berhasil naik 11,2% dari periode sebelumnya Rp 521 triliun menjadi Rp 579 triliun di periode ini. Kenaikan ini lebih tinggi daripada rata-rata perbankan yang hanya berkisar 7,9%.
Dalam kredit konsumer, pinjaman berbasis payroll masih menjadi pendorong pertumbuhan dengan kenaikan 13,4%. Adapun kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh 7,7%
Akan tetapi terdapat pinjaman senilai Rp 146,7 triliun yang terpaksa direstrukturisasi karena pandemi Covid-19, sektor yang paling banyak terkena restrukturisasi adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel yaitu sebesar 33%.
Dari segi total asset Bank BNI juga mengalami kenaikan 8,5% dari Q1 2019 sebesar Rp 800 Triliun menjadi Rp 868 triliun pada Q1 2020.
Rasio perbankan lain yang patut diperhatikan adalah Non-Performing Loan (NPL) yang merupakan rasio kredit bermasalah yang merupakan salah satu kunci untuk menilai kualitas kinerja bank yaitu gross NPL sebesar 2,4% dengan NPL Coverage sebesar 243,2% sedikit naik dari gross NPL periode sebelumnya yaitu 1,9%. Akan tetapi NPL Bank BNI masih berada dibawah rata-rata industri yaitu 2,8%
Sedangkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) turun menjadi 16,1% dari periode sebelumnya 19,2% karena implementasi metode pencatatan PSAK 71 per 1 Januari 2020 dan pembayaran dividen. Sementara Loan-to-Deposit Ratio (LDR) berada pada level 92,3%.
Sementara itu, Riset PT Panin Sekuritas Tbk menyatakan akan melihat kembali hasil rekomendasi sebelumnya, menyusul estimasi penurunan guidance dari manajemen BNI.
"Namun secara jangka panjang kami masih melihat positif untuk perseroan, didorong oleh likuiditas yang masih terjaga dengan LCR di 188% dan NSFR di 140%, masih adanya ruang likuiditas dengan LDR di 92,3% serta coverage yang kuat dengan NPL coverage di 243,2%," tulis riset tersebut.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan secara keseluruhan kinerja keuangan BBNI di kuartal I-2020 cukup baik, dan belum terlihat dampak dari pandemi COVID-19. Tantangan dari pandemi ini akan terlihat di kinerja kuartal II dan III.
"Belum terlihat di kinerja kuartal I, walaupun saat ini yang sudah di restrukturisasi baru 14%. Di pipeline untuk restrukturisasi mencapai sekitar 27% dari total kredit," kata Farash.
Ke depannya beban provisi bisa naik dua kali lipat dibandingkan 2019. Selain itu meski BNI mengalami sedikit kenaikan pada LDR, dia memproyeksikan tidak akan mengalami kenaikan lagi karena pertumbuhan kredit diperkirakan hanya 2-3%.
"NPL masih mungkin akan naik, namun tidak secara drastis karena akan agresif dilakukan loan restructuring," ujarnya.
Sebelumnya Farash mengatakan penting bagi perbankan untuk menjaga likuiditas di masa pandemi ini. Restrukturisasi atau reprofiling juga penting untuk menghindari default dari debitur.
"Menjaga kecukupan modal juga penting, dan menghindari konsentrasi pinjaman ke industri yang rentan akibat pandemi," kata Farash.
(dob/dob) Next Article BNI Catat Laba Bersih Rp 4,46 T di Semester I-2020
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, nilai laba per saham pada periode ini mengalami kenaikan menjadi Rp 228 dari akhir Q1 2019 yang sebesar Rp 219. Sementara itu, pendapatan dari bunga perusahaan sepanjang Januari-Maret mencapai Rp 9,53 triliun, naik sebesar 7,7%, yang ditopang oleh pertumbuhan beban bunga yang terkendali.
Bila dibedah lagi Laba Operasional Pra-Provisi (PPOP) pada dasarnya tumbuh sebesar 10,6%. Selain didorong oleh NII, ini disebabkan belanja operasional (OPEX) yang terkendali.
Total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank pelat merah ini pada Q1 2020 ini adalah Rp 635 triliun, naik sebesar 10,4% yoy. Angka ini masih di atas pertumbuhan DPK industri perbankan nasional pada bulan Maret 2020 sebesar 9,54%.
DPK didukung oleh pertumbuhan dana giro sebesar 29,9% dan tabungan sebesar 8,1%, alhasil porsi Dana murah (Current Account Savings Account/CASA) pada periode ini adalah 64,9%.
Diketahui semakin tinggi presentasi dana murah ini berarti maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Peningkatan dana murah menyebabkan biaya dana (cost of fund) turun menjadi 2,9% dari 3,2% di 2019.
Sedangkan total kredit yang diberikan berhasil naik 11,2% dari periode sebelumnya Rp 521 triliun menjadi Rp 579 triliun di periode ini. Kenaikan ini lebih tinggi daripada rata-rata perbankan yang hanya berkisar 7,9%.
| Kuartal I-2020 | Kuartal I-2019 | Pertumbuhan |
Kredit | 579,6 | 521,35 | 11,2% |
DPK | 635,75 | 575,75 | 10,4% |
Total Aset | 868,45 | 800,56 | 8,5% |
Laba bersih | 4,25 | 4,08 | 4,3% |
(Dalam Rp triliun)
Segmen business banking masih menjadi kontributor utama dari ekspansi kredit dengan pertumbuhan 11,9%. Sementara itu, kredit korporasi meningkat 16,5% terutama untuk sektor pembangkit listrik & minyak kelapa sawit. Adapun Segmen kredit kecil tercatat masih tumbuh 10,3%Dalam kredit konsumer, pinjaman berbasis payroll masih menjadi pendorong pertumbuhan dengan kenaikan 13,4%. Adapun kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh 7,7%
Akan tetapi terdapat pinjaman senilai Rp 146,7 triliun yang terpaksa direstrukturisasi karena pandemi Covid-19, sektor yang paling banyak terkena restrukturisasi adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel yaitu sebesar 33%.
Dari segi total asset Bank BNI juga mengalami kenaikan 8,5% dari Q1 2019 sebesar Rp 800 Triliun menjadi Rp 868 triliun pada Q1 2020.
Rasio perbankan lain yang patut diperhatikan adalah Non-Performing Loan (NPL) yang merupakan rasio kredit bermasalah yang merupakan salah satu kunci untuk menilai kualitas kinerja bank yaitu gross NPL sebesar 2,4% dengan NPL Coverage sebesar 243,2% sedikit naik dari gross NPL periode sebelumnya yaitu 1,9%. Akan tetapi NPL Bank BNI masih berada dibawah rata-rata industri yaitu 2,8%
Sedangkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) turun menjadi 16,1% dari periode sebelumnya 19,2% karena implementasi metode pencatatan PSAK 71 per 1 Januari 2020 dan pembayaran dividen. Sementara Loan-to-Deposit Ratio (LDR) berada pada level 92,3%.
Sementara itu, Riset PT Panin Sekuritas Tbk menyatakan akan melihat kembali hasil rekomendasi sebelumnya, menyusul estimasi penurunan guidance dari manajemen BNI.
"Namun secara jangka panjang kami masih melihat positif untuk perseroan, didorong oleh likuiditas yang masih terjaga dengan LCR di 188% dan NSFR di 140%, masih adanya ruang likuiditas dengan LDR di 92,3% serta coverage yang kuat dengan NPL coverage di 243,2%," tulis riset tersebut.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan secara keseluruhan kinerja keuangan BBNI di kuartal I-2020 cukup baik, dan belum terlihat dampak dari pandemi COVID-19. Tantangan dari pandemi ini akan terlihat di kinerja kuartal II dan III.
"Belum terlihat di kinerja kuartal I, walaupun saat ini yang sudah di restrukturisasi baru 14%. Di pipeline untuk restrukturisasi mencapai sekitar 27% dari total kredit," kata Farash.
Ke depannya beban provisi bisa naik dua kali lipat dibandingkan 2019. Selain itu meski BNI mengalami sedikit kenaikan pada LDR, dia memproyeksikan tidak akan mengalami kenaikan lagi karena pertumbuhan kredit diperkirakan hanya 2-3%.
"NPL masih mungkin akan naik, namun tidak secara drastis karena akan agresif dilakukan loan restructuring," ujarnya.
Sebelumnya Farash mengatakan penting bagi perbankan untuk menjaga likuiditas di masa pandemi ini. Restrukturisasi atau reprofiling juga penting untuk menghindari default dari debitur.
"Menjaga kecukupan modal juga penting, dan menghindari konsentrasi pinjaman ke industri yang rentan akibat pandemi," kata Farash.
(dob/dob) Next Article BNI Catat Laba Bersih Rp 4,46 T di Semester I-2020
Most Popular